
SINOPSIS ANAK ARLOJI merupakan sebuah buku karya Kurnia Effendi (Kef) yang menghimpun 14 cerpen menarik dalam beragam tema. Namun satu hal, seperti yang disampaikan oleh Anton Kurnia (sastrawan, penerjemah) dan Sunu Wasono (dosen FIB UI Program Sastra Indonesia), sang pengarang adalah pemilih diksi yang baik dan saat membaca tulisannya, kita mendapati metafor-metafor baru. Cerpen-cerpen dalam buku ini mengangkat peristiwa keseharian dari pelbagai sudut pandang: realis, dramatik, psikologis, melankolik, surealis, kontemplatif, dan terutama romantik. Tokoh-tokohnya ada di sekitar kita, kadang mengingatkan sahabat atau orang yang kita kenal dekat. Mereka menjadi saksi bahkan mengalami kejadian yang traumatik, misalnya yang terdapat dalam “Laut Lepas Kita Pergi” (bencana tsunami Aceh) dan “Kamar Anjing”. Lelaki pun boleh menangis dalam “Sepanjang Braga” atau “Wangi Kaki Ibu”, sementara beberapa tokoh harus menyadari diri mereka menjadi uzur dan dekat dengan batas, sebagaimana yang dilukiskan dalam “Penggali Makam” dan “Jalan Teduh Menuju Rumah”. Joko Pinurbo menandai unsur cinta begitu kentara pada cerpen-cerpen Kef. Perasaan perempuan digambarkan dengan lembut dalam perasaan bersalah, tampak pada “Panggilan Sasha” dan “La Tifa”; dan dalam perasaan marah, “Noriyu”. Di lain cerpen, kegagahan menonjol pada “Pertaruhan”. Benar kata Happy Salma, kita akan terbawa arus liar imajinasi sang penulis yang kerap berakhir tak terduga. Nilai-nilai yang disarankan pada cerpen-cerpen Kef tidak menunjukkan khotbah, melainkan berupa ajakan untuk terlibat dalam jalinan peristiwa. Dalam istilah Triyanto Triwikromo: tidak (pula) asyik masuk dengan diri sendiri. Full of wisdom, menurut Alex Komang, dengan sejumlah pencerahan yang tersirat dalam kemanusiaan para tokohnya. Dan “Anak Arloji”, mungkin cara merenung untuk hal-hal di luar harapan kita. Impresi yang diperoleh saat membaca buku ini, seperti ungkapan Leila S. Chudori: sidik jari pengarang di batin pembaca.
Author

Kurnia Effendi, lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Ia menulis cerpen dan puisi untuk publik pertama kali tahun 1978, melalui majalah Gadis, Aktuil dan surat kabar Sinar Harapan, ketika masih sekolah di STM Pembangunan Semarang. Sepanjang tahun 80-an aktif mengikuti pelbagai sayembara fiksi dan puisi. Sejak itu berbagai penghargaan telah diraihnya. Ia merupakan penulis nasional yang sangat produktif. Karyanya, cerpen maupun novelet yang tak terbilang jumlahnya telah dipublikasikan oleh berbagai penerbit nasional. Bersama Donatus A. Nugroho (penulis asal Solo), Dharmawati Tst. (penulis asal Jakarta), Aan Almaidah Anwar (penulis asal Bogor), Ryana Mustamin dan Rahmat Taufik RT. (penulis asal Watampone), ia salah satu cerpenis paling gemilang di eranya karena kerap memenangi LCCR (Lomba Cipta Cerpen Remaja) Anita Cemerlang, yang kala itu menjadi barometer kehandalan seorang pengarang remaja. Kegiatan menulis dimulai di Semarang, dengan tema-tema remaja. Berlanjut di Bandung, dan akhirnya merasa matang di Jakarta, dengan memasuki wilayah sastra yang ‘serius’. Lulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, tahun 1991 ini ketika masih kuliah aktif di Grup Apresiasi Sastra ITB (GAS-ITB). Tahun 1986, ia menjadi Presiden GAS, setelah Nirwan Dewanto (1984) dan M. Fadjroel Rahman (1985). Semasa mahasiswa tergabung dalam Grup Apresiasi Sastra ITB itu dan bergaul dengan Forum Sastra Bandung. Selama itu, karya-karyanya dipublikasikan berbagai media massa baik lokal maupun nasional. Di Jakarta bergabung dengan Komunitas Sastra Indonesia sejak tahun 1996 hingga sekarang. Puisinya bisa ditemukan dalam berbagai antologi, yakni Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, Juli 1985), Sajak Delapan Kota (Kompak, Pontianak, 1986), Malam 1000 Bulan (Forum Sastra Bandung, 1990 dan 1992), Potret Pariwisata dalam Puisi (Pustaka Komindo, 1991), Perjalanan (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1992), Gender (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1994), Bonzai’s Morning (Denpasar, 1996), Dari Negeri Poci III (Yayasan Tiara Jakarta, 1996), Trotoar (Roda-roda Budaya Tangerang, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (Dewan Kesenian Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Komunitas Sastra Indonesia, 1997), Jakarta dalam Puisi Indonesia Mutakhir (Dinas Kebudayaan Provinsi DKI, 2000), Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001 (Penerbit Kompas, Juni 2001), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, Juli 2003), Bisikan Kata, Teriakan Kota (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Mahaduka Aceh (Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, 2005), Antologi puisi tunggal bertajuk “Kartunama Putih” (Penerbit Biduk, Bandung, 1997). Buku antologi cerpen, novel, dan kumpulan esai yang telah terbit, yakni Senapan Cinta (Penerbit KataKita, Jakarta, April 2004), Bercinta di Bawah Bulan (Penerbit Metafor Publishing, Mei 2004), Aura Negeri Cinta (Lingkar Pena Publishing House, Juli 2005), Kincir Api (Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2005), Selembut Lumut Gunung (Cipta Sekawan Media, Januari 2006), Burung Kolibri Merah Dadu (C Publishing, Februari 2007), Interlude-Jeda (Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik, September 2007). Sedangkan cerpen-cerpen yang lain berserak dalam pelbagai antologi bersama, antara lain 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi Publishing, Juli 2003), Wajah di Balik Jendala (Lazuardi Publishing, 2003), Kota yang Bernama dan Tak Bernama (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Addicted 2U (Lingkar Pena Publishing House, 2005), Jl. Asmaradana (Penerbit Buku Kompas, 2005), Ripin (Penerbit Buku Kompas, 2007). Pada November 1996, ia diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta sebagai penyair untuk acara “Mimbar Penyair Abad 21”. Pada Juli 2003, diundang Teater Utan Kayu untuk membaca cerpen dalam “Panggung Prosa Indonesia Mutakhir”. Pada akhir tahun 2003, kembali diundang DKJ untuk membaca cerpen dalam “Temu Sastra Kota”. Sehari-hari ia bekerja pada perusahaan otomotif Suzuki Mobil. (http://takashinreisa.blogspot.com/201...)