Margins
Di Bawah Lentera Merah book cover
Di Bawah Lentera Merah
Riwayat Sarekat Islam Semarang Sampai Tahun 1920
1990
First Published
4.15
Average Rating
110
Number of Pages

Di Bawah Lentera Merah menarasikan satu periode krusial dalam sejarah Indonesia yaitu ketika benih-benih gagasan kebangsaan mulai disemaikan, antara lain lewat upaya berorganisasi. Melalui sumber data berupa kliping-kliping koran antara tahun 1917-1920an dan wawancara autentik yang berhasil dilakukan terhadap tokoh-tokoh sejarah yang masih tersisa, penulisnya mencoba melacak bagaimana bentuk pergerakan Indonesia, apa gagasan substansialnya, serta upaya macam apa yang dilakukan oleh para tokoh Sarekat Islam Semarang pada kurun waktu 1917an. Di bawah pimpinan Semaoen, para pendukung Sarekat Islam berasal dari kalangan kaum buruh dan rakyat kecil. Pergantian pengurus itu adalah wujud pertama dari perubahan gerakan Sarekat Islam Semarang dari gerakan kaum menengah menjadi gerakan kaum buruh dan tani. Saat itu menjadi sangat penting artinya bagi sejarah modern Indonesia karena menjadi tonggak kelahiran gerakan kaum Marxis pertama di Indonesia. Pertimbangan lain mengapa "Di Bawah Lentera Merah" menjadi penting adalah karena buku ini memotret bagaimana gagasan transformasi modernisasi berproses dari wacana tradisional ke wacana modern. Lebih khusus lagi Soe Hok Gie, melalui buku ini, mengajak kita mencermati bagaimana para tokoh tradisional lokal tahun 1917an mencoba menyikapi perubahan pada abad ke-20 yang dalam satu dan lain hal, punya andil menjadikan wajah bangsa Indonesia seperti sekarang ini.

Avg Rating
4.15
Number of Ratings
1,009
5 STARS
46%
4 STARS
30%
3 STARS
17%
2 STARS
3%
1 STARS
3%
goodreads

Author

Soe Hok Gie
Soe Hok Gie
Author · 7 books

Soe Hok Gie (17 Desember 1942–16 Desember 1969) adalah salah seorang aktivis Indonesia dan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sejarah tahun 1962–1969. Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983). Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia. Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995). Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997). Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama. Hok Gie meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, di puncak Gunung Semeru akibat menghirup asap beracun gunung tersebut. John Maxwell menulis biografi Soe Hok Gie dengan judul Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesian Intellectual (Australian National University, 1997). Pada tahun 2005, catatan hariannya menjadi dasar bagi film Gie.

548 Market St PMB 65688, San Francisco California 94104-5401 USA
© 2025 Paratext Inc. All rights reserved