Bagi Syakilla, penantian merupakan bagian dari kesabaran—bukti dari ketulusan dan kesetiaan. Semua itu demi cintanya kepada sang kekasih, Mas Riyan, suami tercinta. Akan tetapi, mengharap yang tak pasti—yang sudah pergi di depan mata—mungkinkah masih diartikan sebagai kesabaran? Akankah rasa cinta itu tetap bertahan jika terus ditelan waktu? Apakah Syakilla tetap setia dalam penantiannya? Kegelisahannya semakin meraja ketika Mas Riyan dikabarkan meninggal di rimba Papua. Akankah Syakilla tetap menanti, dengan keyakinan bahwa Mas Riyan akan kembali dan berbagi kasih dengannya? Ataukah, penantiannya menjadi kisah sedih yang tiada berujung?