Margins
Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia book cover
Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia
Jilid 2: Maret 1946 - Maret 1947
2009
First Published
4.17
Average Rating
401
Number of Pages

Part of Series

Tan Malaka (1894-1949) pada tahun 1942 kembali ke Indonesia dengan menggunakan nama samaran sesudah dua puluh tahun mengembara. Ia tinggal di sebuah kampung kecil di Jakarta dan kemudian bekerja sebagai mandor buruh tambang batu bara di Bayah, Banten Selatan. Pada masa Hindia Belanda ia bekerja untuk Komintern (organisasi komunis revolusioner internasional) dan pasca-1927 memimpin Partai Repoeblik Indonesia yang ilegal dan antikolonial. Menjelang kapitulasi Jepang ia diutus ke Jakarta. Ia tidak diberi peranan dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara itu, tokoh Tan Malaka yang legendaris ini berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Republik Indonesia: Soekarno, Hatta, dan Sjahrir. Ia memberi kesan yang mendalam dan segera terlibat dalam pembentukan kebijakan di tingkat tertinggi. Tetapi segera pula mereka tidak sejalan. Tan Malaka menghendaki sikap tak mau berdamai dengan Belanda yang ingin memulihkan kembali kekuasaan kolonialnya. Ia memilih jalan ‘perjuangan’ dan bukan jalan ‘diplomasi’. Januari 1946 Tan Malaka mendirikan Persatoean Perdjoeangan yang dalam beberapa bulan menjadi alternatif dahsyat terhadap pemerintah moderat. Dalam konfrontasi di Parlemen ia kalah dan beberapa minggu kemudian Tan Malaka dan sejumlah pengikutnya ditangkap dan ditahan tanpa proses sama sekali – dari Maret 1946 sampai September 1948. Tan Malaka selalu dihadapkan dengan empat sekawan pimpinan Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan Amir Sjarifoeddin serta gerakan komunis-sosialis yang berpengaruh dan yang menuduh Tan Malaka sebagai penganut Trotsky. Jilid kedua biografi Tan Malaka menggambarkan secara rinci nasib Tan Malaka dan pengikutnya dalam tawanan. Ia difitnah sebagai dalang di balik Peristiwa 3 Juli 1946 untuk menyelubungi fakta bahwa peristiwa itu sebetulnya menyerupai kup Panglima Besar Soedirman yang ingin berkuasa. Dalam risalah yang menegangkan rahasia Peristiwa 3 Juli diungkapkan. Walaupun Tan Malaka masih dalam tawanan, teman-teman sehaluannya berhasil muncul kembali sebagai oposisi melawan Perjanjian Linggajati yang dianggap sebagai kapitulasi terhadap Belanda. Akan tetapi semuanya berakhir dengan kekalahan lagi.

Avg Rating
4.17
Number of Ratings
36
5 STARS
50%
4 STARS
25%
3 STARS
17%
2 STARS
8%
1 STARS
0%
goodreads

Authors

Harry A. Poeze
Harry A. Poeze
Author · 6 books

Harry A. Poeze is a senior researcher at KITLV working on the Project ‘Dutch Military Operations in Indonesia 1945-1950’ in a general supervisory and advisory capacity, contributing his expertise on developments in Indonesian politics and the Indonesian armed forces. Harry studied Political Science at the University of Amsterdam, where he graduated in 1972. In 1976 he obtained his PhD in Social Sciences at the University of Amsterdam with a thesis on the biography of the Indonesian political leader Tan Malaka. At that time Harry was an alderman in the local government of Castricum. Later he became head of the KITLV Publications Department (1981), which has since developed into the KITLV Press. Since 2010 he was senior publisher with the Press, and now, in retirement, a senior researcher at KITLV. His research interest is in the developments in the Indonesian political world since 1900, during Dutch colonial rule, the Japanese occupation, and the Indonesian Revolution in particular. He published a three-volume history of the Indonesian Left during the Indonesian Revolution, concentrating on the role of Tan Malaka, in 2007. Currently he is working on a publication about Indonesian political songs (1925-1965), the (revised) biography of Tan Malaka till 1945, and a monograph on Boven-Digoel, the Dutch colonial internment camp for political prisoners.

Tan Malaka
Tan Malaka
Author · 17 books

Tan Malaka (1894 - February 21, 1949) was an Indonesian nationalist activist and communist leader. A staunch critic of both the colonial Dutch East Indies government and the republican Sukarno administration that governed the country after the Indonesian National Revolution, he was also frequently in conflict with the leadership of the Communist Party of Indonesia (PKI), Indonesia's primary radical political party in the 1920s and again in the 1940s. A political outsider for most of his life, Tan Malaka spent a large part of his life in exile from Indonesia, and was constantly threatened with arrest by the Dutch authorities and their allies. Despite this apparent marginalization, however, he played a key intellectual role in linking the international communist movement to Southeast Asia's anti-colonial movements. He was declared a "hero of the national revolution" by act of Indonesia's parliament in 1963.

548 Market St PMB 65688, San Francisco California 94104-5401 USA
© 2025 Paratext Inc. All rights reserved
Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia