
Disusun seperti adegan-adegan pertunjukan wayang orang. Tirai Menurun menyuguhkan babak demi babak kehidupan empat Kedasih. Kintel. Sumirat. dan Wardoyo. Pemaparan dimulai ketika Republik Indonesia Serikat baru kembali menjadi negara kesatuan. Arus pendatang memasuki Semarang dari segala penjuru. Berasal dari empat desa. tokoh-tokoh kisah ini bertemu di kota. Pada siang hari mereka hidup menuruti jalan yang digariskan nasib sebagai rakyat jelata yang papa, dibebani selaksa kebutuhan tak terpenuhi. Di waktu malam, bermandikan sinar listrik dan pantulannya yang gemerlapan pada ribuan perada serta manik-manik, mereka menjelma menjadi puteri dan pangeran kerajaan yang cantik dan tampan, resi atau pertapa yang bijak berilmu tinggi, raja agung adi kuasa, bahkan sebagai dewa-dewi atau binatang gaib yang tak terbatas kesaktiannya. Mereka hidup dalam kungkungan dua nyata dan impian. Tetapi itulah dunia yang mereka pilih dengan kerelaan yang tulus. Sang dalang berhak mengatur sempat menancapkan gunungan di tengah-tengah layar. Tancep kayon.
Author

Nh. Dini (Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin) started writing since 1951. In 1953, her short stories can be found in most of national magazines like Kisah, Mimbar Indonesia, and Siasat. She also writes poems, radio play, and novel. Bibliography: * Padang Ilalang di Belakang Rumah * Dari Parangakik ke Kampuchea * Sebuah Lorong di Kotaku * Jepun Negerinya Hiroko * Langit dan Bumi Sahabat Kami * Namaku Hiroko * Tirai Menurun * Pertemuan Dua Hati * Sekayu * Pada Sebuah Kapal * Kemayoran * Keberangkatan * Kuncup Berseri * Dari Fontenay Ke Magallianes * La Grande Borne