Margins
Catatan Pinggir book cover 1
Catatan Pinggir book cover 2
Catatan Pinggir book cover 3
Catatan Pinggir
Series · 10 books · 1982-2021

Books in series

Catatan Pinggir 1 book cover
#1

Catatan Pinggir 1

1982

Untuk Majalah Tempo, tiap minggu Goenawan Mohamad menulis "Catatan Pinggir". Rubrik "Catatan Pinggir" sebagai semacam komentar, tapi juga semacam gumam, seperti kalau kita berbicara sendiri atau mencoret-coretkan kalimat di kertas kosong di tengah suara orang ramai. Atau semacam marginalia: catatan-catatan yang kita torehkan di tepi halaman buku yang sedang kita baca. Dari situlah nama "Catatan Pinggir" sebenarnya ditemukan: percikan pikiran pendek dan cepat di antara lalu lintas ide dan peristiwa-peristiwa.
CATATAN PINGGIR 3 book cover
#3

CATATAN PINGGIR 3

1991

Catatan Pinggir 4 book cover
#4

Catatan Pinggir 4

1991

Catatan Pinggir 6 book cover
#6

Catatan Pinggir 6

2006

Kumpulan tulisan Goenawan Mohamad di majalah Tempo, Mei 2001 - Juni 2003
Catatan Pinggir 7 book cover
#7

Catatan Pinggir 7

2006

Kumpulan tulisan Goenawan Mohamad di majalah Tempo, Juli 2003 - Juni 2005
Catatan Pinggir 8 book cover
#8

Catatan Pinggir 8

2011

Kumpulan tulisan Goenawan Mohamad di Majalah Tempo Juli 2005 - Juli 2007
Catatan Pinggir 11 book cover
#11

Catatan Pinggir 11

2017

Dalam perjalanan itu lahir sejumlah karya. Kumpulan esainya berturut-turut: Potret Seorang Penyair Muda Sebagai si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), Kesusastraan dan Kekuasaan (1993), Setelah Revolusi Tak Ada Lagi (2001), dan Eksotopi (2002). Sajak-sajaknya dibukukan dalam Parikesit (1971), Interlude (1973), Asmaradana (1992), Misalkan Kita di Sarajevo (1998), dan Sajak-Sajak Lengkap 1961-2001 (2001). Terjemahan sajak-sajak pilihannya ke dalam bahasa Inggris, oleh Laksmi Pamuntjak, terbit dengan judul Goenawan Mohammad: Selected Poems (2004). Catatan Pinggir, esai pendeknya tiap minggu untuk majalah Tempo, di antaranya terbit dalam bahasa Inggris oleh Jennifer Lindsay, dalam Sidelines (1994) dan Conversations with Difference (2002). Kritiknya diwarnai keyakinan Goenawan bahwa tak pernah ada yang final dalam manusia. Kritik yang, meminjam satu bait dalam sajaknya, "dengan raung yang tak terserap karang".
Catatan Pinggir 12 book cover
#12

Catatan Pinggir 12

2018

Kumpulan tulisan Goenawan Mohamad di Majalah Tempo, Januari 2015 - Desember 2016.
Catatan Pinggir 13 book cover
#13

Catatan Pinggir 13

2019

Kumpulan Catatan Pinggir di Majalah Tempo, Januari 2017 - Desember 2018.
Catatan Pinggir 14 book cover
#14

Catatan Pinggir 14

2021

Caping merupakan permenungan yang dibumikan. Ia bisa merupakan respons atas kejadian kadang sehari-hari, kadang remeh. Tapi yang sehari-hari tidak pernah dibiarkan berhenti sebagai event, sesuatu yang dibatasi ruang dan waktu. Tak seperti jurnalisme yang dibatasi tarikh, Catatan pinggir berupaya keluar dai kungkungan itu. Setidaknya itulah yang diikhtiarkan penulisnya, kadang berhasil, kadang gagal (Arif Zulkifli)

Author

Goenawan Mohamad
Goenawan Mohamad
Author · 26 books

Ia seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tanpa lelah, ia memperjuangkan kebebasan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikan-nya. Tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, korupsi, dan sebagainya. Seminggu sekali menulis kolom “Catatan Pinggir” di Majalah Tempo. Pendiri dan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo kelahiran Karangasem Batang, Pekalongan, Jawa Tengah, 29 Juli 1941, ini pada masa mudanya lebih dikenal sebagai seorang penyair. Ia ikut menandatangani Manifesto Kebudayaan 1964 yang mengakibatkannya dilarang menulis di berbagai media umum. Ia juga pernah menjadi Nieman fellow di Universitas Harvard dan menerima penghargaan Louis Lyons Award untuk kategori Consience in Journalism dari Nieman Foundation, 1997. Secara teratur, selain menulis kolom Catatan Pinggir, ia juga menulis kolom untuk harian Mainichi Shimbun (Tokyo). Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson. Sejak di kelas VI SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Kemudian, kakaknya yang dokter (Kartono Mohamad, mantan Ketua Umum PB IDI) ketika itu berlangganan majalah Kisah, asuhan H.B. Jassin. “Mbakyu saya juga ada yang menulis, entah di harian apa, di zaman Jepang,” tutur Goenawan. Pada 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan Majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994. Goenawan Mohamad kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), asosiasi jurnalis independen pertama di Indonesia. Ia juga turut mendirikan Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang bekerja mendokumentasikan kekerasan terhadap dunia pers Indonesia. ISAI juga memberikan pelatihan bagi para jurnalis tentang bagaimana membuat surat kabar yang profesional dan berbobot. Goenawan juga melakukan reorientasi terhadap majalah mingguan D&R, dari tabloid menjadi majalah politik. Ketika Majalah Tempo kembali terbit setelah Pak Harto diturunkan pada 1998, berbagai perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan mutunya. Tidak lama kemudian, Tempo memperluas usahanya dengan menerbitkan surat kabar harian bernama Koran Tempo. Setelah terbit beberapa tahun, Koran Tempo menuai masalah. Pertengahan bulan Mei 2004, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukum Goenawan Mohamad dan Koran Tempo untuk meminta maaf kepada Tomy Winata, (17/5/2004). Pernyataan Goenawan yang dimuat Koran Tempo pada 12-13 Maret 2003 dinilai telah melakukan pencemaran nama baik bos Arta Graha itu. Goenawan yang biasa dipanggil Goen, mempelajari psikologi di Universitas Indonesia, mempelajari ilmu politik di Belgia dan menjadi Nieman Fellow di Harvard University, Amerika Serikat. Goenawan menikah dengan Widarti Djajadisastra dan memiliki dua anak. Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan di antaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda, Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980), dan Catatan Pinggir (1982). Hingga kini, Goenawan Mohamad banyak menghadiri konferensi baik sebagai pembicara, narasumber maupun peserta. Salah satunya, ia mengikuti konferensi yang diadakan di Gedung Putih pada 2001 dimana Bill Clinton dan Madeleine Albright menjadi tuan rumah. (from tokohindonesia.com)

548 Market St PMB 65688, San Francisco California 94104-5401 USA
© 2025 Paratext Inc. All rights reserved