Margins
Namaku Mata Hari book cover
Namaku Mata Hari
2010
First Published
3.80
Average Rating
403
Number of Pages
At the turn of the twentieth century, exotic dancer Mata Hari lived and loved by her own rules. *** My Name is Mata Hari tells the story of the infamous dancer and courtesan who began as Margaretha Geertruida Zelle, a young Dutch woman who married the older Rudolph MacLeod, a military officer, and traveled with him to the Dutch East Indies. Claiming her mother's Javanese ancestry, she changed her name to Mata Hari, Malay for "eye of the day." Mata Hari danced on stages across Europe and the Middle East, and took many high-ranking military and government officials as her lovers. At the end of a tumultuous life, convicted for espionage during the First World War yet sustained by her pride, she said, "I am a genuine courtesan. And I am a dancer in the true sense." *** Remy Sylado is the pen name of noted Indonesian novelist, poet, playwright, and musician, Yapi Tambayong. He also wrote the screenplay for the award-winning film, Ca Bau Kan (2002). Novelist and journalist Dewi Anggraeni delivers a creative rendition of startling depth and sensitivity for the first of Sylado's novels to appear in English.
Avg Rating
3.80
Number of Ratings
306
5 STARS
25%
4 STARS
40%
3 STARS
27%
2 STARS
5%
1 STARS
3%
goodreads

Author

Remy Sylado
Remy Sylado
Author · 16 books

Remy Sylado lahir di Makassar 12 Juli 1945. Dia salah satu sastrawan Indonesia. Nama sebenarnya adalah Yapi Panda Abdiel Tambayong (Jampi Tambajong). Ia menghabiskan masa kecil dan remaja di Solo dan Semarang. Sejak usia 18 tahun dia sudah menulis kritik, puisi, cerpen, novel, drama, kolom, esai, sajak, roman popular, juga buku-buku musikologi, dramaturgi, bahasa, dan teologi. Ia memiliki sejumlah nama samaran seperti Dova Zila, Alif Dana Munsyi, Juliana C. Panda, Jubal Anak Perang Imanuel. Dibalik kegiatannya di bidang musik, seni rupa, teater, dan film, dia juga menguasai sejumlah bahasa. Remy Sylado memulai karir sebagai wartawan majalah Tempo (Semarang, 1965), redaktur majalah Aktuil Bandung (1970), dosen Akademi Sinematografi Bandung (1971), ketua Teater Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung. Remy terkenal karena sikap beraninya menghadapi pandangan umum melalui pertunjukan-pertunjukan drama yang dipimpinnya. Selain menulis banyak novel, ia juga dikenal piawai melukis, dan tahu banyak akan dunia perfilman. Saat ini ia bermukim di Bandung. Remy pernah dianugerahi hadiah Sastra Khatulistiwa 2002 untuk novelnya Kerudung Merah Kirmizi. Dalam karya fisiknya, sastrawan ini suka mengenalkan kata-kata Indonesia lama yang sudah jarang dipakai. Hal ini membuat karya sastranya unik dan istimewa, selain kualitas tulisannya yang sudah tidak diragukan lagi. Penulisan novelnya didukung dengan riset yang tidak tanggung-tanggung. Seniman ini rajin ke Perpustakaan Nasional untuk membongkar arsip tua, dan menelusuri pasar buku tua. Pengarang yang masih menulis karyanya dengan mesin ketik ini juga banyak melahirkan karya berlatar budaya di luar budayanya. Di luar kegiatan penulisan kreatif, ia juga kerap diundang berceramah teologi. Karya yang pernah dihasilkan olehnya antara lain : Orexas, Gali Lobang Gila Lobang, Siau Ling, Kerudung Merah Kirmizi (2002). Kembang Jepun (2003), Matahari Melbourne, Sam Po Kong (2004), Rumahku di Atas Bukit, 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Bahasa Asing, dan Drama Musikalisasi Tarragon “ Born To Win “, dan lain-lain. Remy Sylado pernah dan masih mengajar di beberapa perguruan di Bandung dan Jakarta seperti Akademi Sinematografi, Institut Teater dan Film, dan Sekolah Tinggi Teologi.

548 Market St PMB 65688, San Francisco California 94104-5401 USA
© 2025 Paratext Inc. All rights reserved