
Part of Series
"Ia tidak usah khawatir. Sekalipun kecibak air sungai, bahkan batu yang menggelinding oleh kakinya di dalam air terdengar jelas, tapi tidak seorang pun akan mendengar. Gelap malam dan udara dingin telah memaksa para lelaki penduduk desa di atas menggeliat di bawah sarung-sarung mereka. Para perempuan mendekami anak-anak mereka seperti induk ayam yang ingin melindungi anaknya dari kedinginan." (Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan)
Authors

AS Laksana (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 25 Desember 1968) adalah seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan Indonesia yang dikenal aktif menulis cerita pendek di berbagai media cetak nasional di Indonesia. Ia belajar Bahasa Indonesia di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang (kini Universitas Negeri Semarang) dan Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Dia juga menjadi salah satu pendiri majalah Gorong Gorong Budaya. Laksana pernah menjadi wartawan Detik, Detak, Tabloid Investigasi, dan kemudian mendirikan dan jadi pengajar sekolah penulisan kreatif Jakarta School. Kini dia aktif di bidang penerbitan. Kumpulan cerita pendeknya, Bidadari yang Mengembara, dipilih oleh Majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik 2004. (wikipedia)

Lahir di Malang, Jawa Timur, 24 April 1949. Anak kelima dari 10 bersaudara ini mengaku bahwa bakat mengarangannya menurun dari simbah buyutnya yang menjadi pawang cerita di Minang. Pada sekitar usia tigabelas tahun ia mengalami penyakit rachitis (radang tulang) yang mengakibatkan Kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi, sehingga ia harus duduk di atas kursi roda. Keterbatasan fisik seperti ini bukan menjadi hambatan baginya untuk mengembangkan pribadinya. Pernah berkuliah di Fakultas Ilmu Alam Universitas Brawijaya, Malang, namun tidak ia rampungkan. Dalam proses kepenulisannya, ia banyak mendapat inspirasi dari historiografi, yakni menceritakan kejadian-kejadian masa lampau, baik berunsur sejarah atau legenda. Namun karena cacat fisik yang tidak memungkinkan dia menulis langsung, ia hanya mendiktekan kepada para asistennya untuk mengetik, baru kemudian merevisinya. Dengan perjuangan teknis seperti itulah cerpen dan novelnya lahir, dan memiliki karakter yang sangat khas dengan kewanitaannya. Karyanya antara lain : berupa kumpulan cerpen yang di muat dalam antologi Kado Istimewa (1992), Pelajaran Mengarang (1993), Lampor (1994), Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995), Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997), Lakon Di Kota Senja (2002) dan Waktu Nayla (2003). Kumpulan cerpennya yang lain : Aminah di Suatu Hari, Menjelang Pati (1994), Namanya Masa (2000) dan Sumi dan Gambarnya (2003). Karya-karya cerpennya tersebut banyak dimuat di berbagai media massa seperti Kompas, Horison, Basis, Suara Pembaruan, Kartini, Sarinah, Jawa Pos dan banyak lagi. Ia juga menerbitkan novel yaitu Bukan Pinang Dibelah Dua (2003) dan Lemah Tanjung (2003). Atas peran aktifnya dalam dunia sastra, tercatat beberapa kali ia meraih beberapa penghargaan, antara lain, tiga kali berturut-turut cerpennya masuk dalam antologi cerpen pilihan Kompas (1993-1996), cerpen pilihan harian Surabaya Post (1993) serta juara tiga lomba penulisan cerpen dan cerbung majalah Femina (1996-1997). Karyanya juga terpilih masuk dalam Antologi Cerpen Perempuan ASEAN (1996). Disamping rajin menulis, sejak 1977 dia juga aktif menjadi ketua Yayasan Bhakti Nurani Malang dan Direktur I LSM Entropic Malang (1991). Karena aktivitas sosialnya inilah dia mendapat kesempatan mengikuti berbagai seminar internasional, seperti Disable People International di Sydney, Australia, (1993), Kongres Internasional Perempuan di Beijing, RRC (1995), Leadership Training MIUSA di Eugene Oregon, Amerika Serikat (1997), Kongres Perempuan Sedunia di Washington DC, Amerika Serikat (1997), serta pernah mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI (1994). Tahun 2001, ia membentuk Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang bermarkas di rumahnya, Jl. Diponegoro 3.A Malang, Jawa Timur. Forum ini mampu menjadi oase, kantong budaya, karena mengakomodasi berbagai elemen masyarakat dalam diskusi persoalan aktual setiap bulannya. Sastrawan ini meninggal dunia di usia 61 tahun setelah menderita stroke.

Kuntowijoyo was born at Sanden, Bantul, Yogyakarta. He graduated from UGM as historian and received his post-graduated at American History by The University of Connecticut in year 1974, and gained his Ph.D. of history from Columbia University in year 1980. His father was a puppet master (dalang) and he lived under deep religious and art circumstances. He easily fond of art and writings and became a good friend of Arifin C. Noer, Syu'bah Asa, Ikranegara, Chaerul Umam, and Salim Said. His first work was "Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari".

Ali Akbar Navis was a journalist and potential writer. He was a full time writer for Sripo and writes so many stories. His famous books was “Robohnya Surau Kami” which became a monumental work for Indonesian literature. His last work is "Simarandang" a social-culture journal which been published on April 2003. A.A. Navis passed away at age 79.

Budi Darma lahir di Rembang, Jawa Tengah, 25 April 1937. Semasa kecil dan remaja ia berpindah-pindah ke berbagai kota di Jawa, mengikuti ayahnya yang bekerja di jawatan pos. Lulus dari SMA di Semarang pada 1957, ia memasuki Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada. Lulus dari UGM, ia bekerja sebagai dosen pada Jurusan Bahasa Inggris—kini Universitas Negeri Surabaya—sampai kini. Di universitas ini ia pernah memangku jabatan Ketua Jurusan Inggris, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Rektor. Sekarang ia adalah guru besar dalam sastra Inggris di sana. Ia juga mengajar di sejumlah universitas luar negeri. Budi Darma mulai dikenal luas di kalangan sastra sejak ia menerbitkan sejumlah cerita pendek absurd di majalah sastra Horison pada 1970-an. Jauh kemudian hari sekian banyak cerita pendek ini terbit sebagai Kritikus Adinan (2002). Budi Darma memperoleh gelar Master of Arts dari English Department, Indiana University, Amerika Serikat pada 1975. Dari universitas yang sama ia meraih Doctor of Philosophy dengan disertasi berjudul “Character and Moral Judgment in Jane Austen’s Novel” pada 1980. Di kota inilah ia menggarap dan merampungkan delapan cerita pendek dalam Orang-orang Bloomington (terbit 1980) dan novel Olenka (terbit 1983, sebelumnya memenangkan hadiah pertama sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1980). Ia juga tampil sebagai pengulas sastra. Kumpulan esainya adalah Solilokui (1983), Sejumlah Esai Sastra (1984), dan Harmonium (1995). Setelah Olenka, ia menerbitkan novel-novel Rafilus (1988) dan Ny. Talis (1996). Belakangan, Budi Darma juga menyiarkan cerita di surat kabar, misalnya Kompas; pada 1999 dan 2001 karyanya menjadi cerita pendek terbaik di harian itu. Cerpennya, "Laki-laki Pemanggul Goni," merupakan cerpen terbaik Kompas 2012. Dalam sebuah wawancara di jurnal Prosa (2003), lelaki yang selalu tampak santun, rapi, dan lembut-tutur-kata ini sekali lagi mengakui, “...saya menulis tanpa saya rencanakan, dan juga tanpa draft. Andaikata menulis dapat disamakan dengan bertempur, saya hanya mengikuti mood, tanpa menggariskan strategi, tanpa pula merinci taktik. Di belakang mood, sementara itu, ada obsesi.”

Dilahirkan di Namodele, Pulau Rote (Timur), Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Pendidikan terakhirnya SGA Kristen Surabaya, tamat 1956. Pernah menjadi guru SMP dan SGA di Ternate (1956-1958) dan Bima, Sumbawa (1958). Terakhir menjadi Wartawan Sinar Harapan (1962-1970). Antara tahun 1970-1971, ia mendapat beasiswa untuk mengikuti International Writing Program di University of Iowa, Iowa, Amerika Serikat. Sempat mengikuti seminar sastra di India pada tahun 1982. Cerpennya, Mutiara di Tengah Sawah mendapat Hadiah Hiburan Majalah Sastra tahun 1961. Sedangkan cerpennya yang lain, Oleng-Kemoleng, mendapat pujian dari redaksi majalah Horison untuk cerpen yang dimuat di majalah itu tahun 1968. Karyanya yang berupa novel antara lain Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), Giring-Giring (1982). Karya kumpulan cerpennya adalah Matias Akankari (1975), Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Jerat (1978), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requim untuk seorang perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988) dan Poli Woli (1988).

Many predicate have been given to Umar Kayam. He was a writer, lecturer, bigscreen artist. Most of his time was spended as a lecturer at Gadjah Mada University, Yogyakarta. Bibliography: * Sri Sumarah (Pustaka Jaya, 1975) * Para Priyayi (Pustaka Jaya, 1992) * Jalan Menikung/Para Priyayi 2 (Pustaka Jaya, 2002)

Pendidikan akhir Sekolah Tinggi Filsafat Dri-yarkara (tidak selesai). Buku yang pernah terbit:
- Abad Yang Berlari, 1984 (mendapat penghargaan Hadiah Buku Sastra Dewan Kesenian Jakarta, 1984)
- Yang Berdiam Dalam Mikropon, 1990;
- Arsitektur Hujan, 1995 (mendapat penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan RI, 1996).
- Biography of Reading, 1995.
- Kalung dari Teman
- Museum Penghancur Dokumen, 2013 Karya yang terbit dalam antologi bersama:
- Perdebatan Sastra Kontekstual (Ariel Heryanto, 1986);
- Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (Linus Suryadi, 1987);
- Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (Suratman Markasan, Kuala Lumpur, 1991);
- Dinamika Budaya dan Politik (Fauzie Ridjal, 1991);
- Traum der Freiheit Indonesien 50 jahre nach der Unabhangigkeit (Hendra Pasuhuk & Edith Koesoemawiria, Köln, 1995).
- Ketika Warna Ketika Kata (Taufiq Ismail, et.all, 1995);
- Pistol Perdamaian
- Cerpen Pilihan Kompas 1996;
- dalam Frontiers of World Literature (Iwanami Shoten, Publishers, Tokyo, 1997)
- dalam bahasa Jepang; jurnal Cornell University (Indonesia, Ithaca, Oktober, 1996);
- dan Anjing-anjing Memburu Kuburan, Cerpen Pilihan Kompas 1997. Penghargaan lain yang pernah diperoleh:
- Kincir Perunggu untuk naskah monolog dari Radio Neder-land Wereldomroep, 1981.
- Republika Award untuk esei dalam Senimania Republika harian Republika, 1994.
- Dan esei majalah Sastra Horison, 1997.

Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book. He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996. Mailing-list Seno Gumira fans: http://groups.yahoo.com/group/senogum...

Ahmad Tohari is Indonesia well-knowned writer who can picture a typical village scenery very well in his writings. He has been everywhere, writings for magazines. He attended Fellowship International Writers Program at Iowa, United State on 1990 and received Southeast Asian Writers Award on 1995. His famous works are trilogy of Srintil, a traditional dancer (ronggeng) of Paruk Village: "Ronggeng Dukuh Paruk", "Lintang Kemukus Dini Hari", and "Jantera Bianglala" On 2007, he releases again "Ronggeng Dukuh Paruk" in Java-Banyumasan language which is claimed to be the first novel using Java-Banyumasan. Toward his effort, he receives Rancage Award 2007. The book is only printed 1,500 editions and sold out directly in the book launch. Bibliography: * Kubah (novel, 1980) * Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982) * Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985) * Jantera Bianglala (novel, 1986) * Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986) * Senyum Karyamin (short stories, 1989) * Bekisar Merah (novel, 1993) * Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995) * Nyanyian Malam (short stories, 2000) * Belantik (novel, 2001) * Orang Orang Proyek (novel, 2002) * Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004) * Mata yang Enak Dipandang (short stories, 2013)