


Books in series

Dua Kelamin bagi Midin
Cerpen Kompas Pilihan 1970 – 1980
2003

Pelajaran Mengarang
Cerpen Pilihan KOMPAS 1993
1993

Lampor
Cerpen Pilihan KOMPAS 1994
1994

Laki-Laki yang Kawin dengan Peri
Cerpen Pilihan "KOMPAS" 1995
1995

Pistol Perdamaian
Cerpen Pilihan Kompas 1996
1996

Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan
Cerpen Pilihan KOMPAS 1997
1997

Derabat
Cerpen Pilihan KOMPAS 1999
1999

Beautiful Eyes
2001

Jejak Tanah
Cerpen Pilihan KOMPAS 2002
2002

Waktu Nayla
cerpen pilihan KOMPAS 2003
2003

Sepi Pun Menari di Tepi Hari
Kumpulan Cerpen Pilihan KOMPAS 2004
2004

Jl. "Asmaradana"
Kumpulan Cerpen Pilihan KOMPAS 2005
2005

Cinta di Atas Perahu Cadik
Cerpen KOMPAS Pilihan 2007
2008

Smokol
Cerpen KOMPAS Pilihan 2008
2009

Pada Suatu Hari, Ada Ibu dan Radian
Cerpen KOMPAS Pilihan 2009
2010

Dari Salawat Dedaunan sampai Kunang-kunang di Langit Jakarta
20 Tahun Cerpen Pilihan KOMPAS
2012

Laki-laki Pemanggul Goni
Cerpen Pilihan KOMPAS 2012
2013

Klub Solidaritas Suami Hilang
Cerpen Pilihan KOMPAS 2013
2014

"Anak ini Mau Mengencingi Jakarta?"
Cerpen Pilihan KOMPAS 2015
2016

Tanah Air
Cerpen Pilihan KOMPAS 2016
2017

Kasur Tanah
Cerpen Pilihan KOMPAS 2017
2018

Doa yang Terapung
Cerpen Pilihan KOMPAS 2018
2019

Mereka Mengeja Larangan Mengemis
Cerpen Pilihan KOMPAS 2019
2020

Macan
Cerpen Pilihan KOMPAS 2020
2021

Keluarga Kudus
Cerpen Pilihan KOMPAS 2021
2022
Authors

Andrei Aksana pertama kali memulai debutnya sebagai penulis novel di tahun 1992, dengan meluncurkan Mengukir Mimpi Terlalu Pagi. Ia adalah cucu pujangga Sanoesi Pane dan Armijn Pane, dan merupakan anak kedua novelis Nina Pane dan Jopie Boediarto. Kakek buyutnya adalah Sultan Pangurabaan Pane, pendiri surat kabar Surya di Tapanuli, penulis roman Tolbok Haleon, dan pengelola kelompok musik tradisional uning-ungingan. Ketika dianggap jadi penulis hanya bermodalkan faktor keturunan, ia berkomentar, "Buat saya, bakat hanya 1%, selebihnya adalah kerja keras dan keringat." Lelaki kelahiran 19 Januari ini memang lekat dengan dunia seni sejak kanak-kanak. Puisi pertamanya dimuat di majalah Zaman, sedangkan cerpen pertamanya dimuat di majalah Kawanku. Selain itu ia selalu menyabet penghargaan untul lomba baca puisi dan lomba menyanyi. Setelah menerbitkan novel perdananya pria lajang ini absen cukup lama karena serius menekuni kuliah-kuliah di Universitas Udaya, hingga lulus menjadi Sarjana Seni, Desain Grafis. Come backnya ditandai dengan novel berjudul Abadilah Cinta, yang menjadi fenomena sejarah pembukuan di Indonesia. Novel pertama di dunia yang memiliki soundtrack, dan berhasil dicetak ulang dalam waktu 5 hari! dan sang penulis sendiri yang menyanyikannya. Kesuksesan ini langsung disusul dengan novel berikutnya Cinta Penuh Air Mata yang mengusung konsep karya multidimensi Novel Soundtrack Video klip. Novel ini berdasarkan kisah nyata yang dituturkan oleh selebriti terkemuka, dan sebelumnya belum pernah diungkap atau dipublikasikan di media massa. "Saya punya misi idealis, dan akan melakukan terhadap buku. Karena membaca memperkaya imajinasi, sehingga bisa melahirkan generasi yang kreatif. Di tengah kesibukannya sebagai marketing director di perusahaan retail internasional, ia tetap menyempatkan diri untuk menulis. Bahkan lelaki yang mahir berbahasa Perancis ini dipercaya menjadi dewan juri Festival Sinema Prancis 2003.

Agus Noor, menulis banyak prosa, cerpen, naskah lakon (monolog dan teater) juga skenario sinetron. Beberapa buku yang telah ditulisnya antara lain, Memorabilia, Bapak Presiden yang Terhormat, Selingkuh Itu Indah, Rendezvous (Kisah Cinta yang Tak Setia), Matinya Toekang Kritik, Potongan Cerita di Kartu Pos. Karya-karya Agus Noor yang berupa cerpen juga banyak terhimpun dalam beberapa buku, antara lain: Jl. Asmaradana (Cerpen Pilihan Kompas, 2005), Ripin (Cerpen Kompas Pilihan, 2007), Kitab Cerpen Horison Sastra Indonesia, (Majalah Horison dan The Ford Foundation, 2002), Pembisik (Cerpen-cerpen terbaik Republika), 20 Cerpen Indonesia Terbaik 2008 (Pena Kencana), dll. Menerima penghargaan sebagai cerpenis terbaik pada Festival Kesenian Yogyakarta 1992. Mendapatkan sertifikat Anugerah Cerpen Indonesia dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1992 untuk tiga cerpennya: “Keluarga Bahagia”, “Dzikir Sebutir Peluru” dan “Tak Ada Mawar di Jalan Raya”. Sedang cerpen “Pemburu” oleh majalah sastra Horison, dinyatakan sebagai salah satu karya terbaik yang pernah terbit di majalah itu selama kurun waktu 1990-2000. Dan cerpen “Piknik” masuk dalam Anugerah Kebudayaan 2006 Departemen Seni dan Budaya untuk kategori cerpen.

Ratih Kumala, lahir di Jakarta, tahun 1980. Buku pertamanya, novel berjudul Tabula Rasa (Grasindo 2004, GPU 2014), memenangkan Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta 2003. Novel keduanya, Genesis (Insist Press, 2005). Kumpulan cerita pendeknya, Larutan Senja (Gramedia Pustaka Utama, 2006). Buku keempat berjudul Kronik Betawi (novel/GPU, 2009) yang sebelum terbit sebagai buku juga terbit sebagi cerita bersambung di harian Republika 2008. Buku kelimanya berjudul Gadis Kretek (GPU, 2012) dan buku keenamnya adalah Bastian dan Jamur Ajaib (GPU, 2015). Novelnya Gadis Kretek (GPU, 2012) masuk dalam Top 5 kategori prosa Khatulistiwa Literary Award 2012, dan telah diterjemahkan ke Bahasa Inggris –Cigarette Girl (GPU, 2015), bahasa Jerman – Das Zigarettenmadchen (culturbooks publishing, 2015), dan tengah diterjemahkan ke Bahasa Arab untuk diterbitkan di Mesir. Selain menulis fiksi, Ratih juga menulis skenario untuk televisi dan film layar lebar. Saat ini ia tinggal di Jakarta.

Kurnia Effendi, lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Ia menulis cerpen dan puisi untuk publik pertama kali tahun 1978, melalui majalah Gadis, Aktuil dan surat kabar Sinar Harapan, ketika masih sekolah di STM Pembangunan Semarang. Sepanjang tahun 80-an aktif mengikuti pelbagai sayembara fiksi dan puisi. Sejak itu berbagai penghargaan telah diraihnya. Ia merupakan penulis nasional yang sangat produktif. Karyanya, cerpen maupun novelet yang tak terbilang jumlahnya telah dipublikasikan oleh berbagai penerbit nasional. Bersama Donatus A. Nugroho (penulis asal Solo), Dharmawati Tst. (penulis asal Jakarta), Aan Almaidah Anwar (penulis asal Bogor), Ryana Mustamin dan Rahmat Taufik RT. (penulis asal Watampone), ia salah satu cerpenis paling gemilang di eranya karena kerap memenangi LCCR (Lomba Cipta Cerpen Remaja) Anita Cemerlang, yang kala itu menjadi barometer kehandalan seorang pengarang remaja. Kegiatan menulis dimulai di Semarang, dengan tema-tema remaja. Berlanjut di Bandung, dan akhirnya merasa matang di Jakarta, dengan memasuki wilayah sastra yang ‘serius’. Lulusan Jurusan Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, tahun 1991 ini ketika masih kuliah aktif di Grup Apresiasi Sastra ITB (GAS-ITB). Tahun 1986, ia menjadi Presiden GAS, setelah Nirwan Dewanto (1984) dan M. Fadjroel Rahman (1985). Semasa mahasiswa tergabung dalam Grup Apresiasi Sastra ITB itu dan bergaul dengan Forum Sastra Bandung. Selama itu, karya-karyanya dipublikasikan berbagai media massa baik lokal maupun nasional. Di Jakarta bergabung dengan Komunitas Sastra Indonesia sejak tahun 1996 hingga sekarang. Puisinya bisa ditemukan dalam berbagai antologi, yakni Pesta Sastra Indonesia (Kelompok Sepuluh, Bandung, Juli 1985), Sajak Delapan Kota (Kompak, Pontianak, 1986), Malam 1000 Bulan (Forum Sastra Bandung, 1990 dan 1992), Potret Pariwisata dalam Puisi (Pustaka Komindo, 1991), Perjalanan (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1992), Gender (Sanggar Minum Kopi Denpasar, 1994), Bonzai’s Morning (Denpasar, 1996), Dari Negeri Poci III (Yayasan Tiara Jakarta, 1996), Trotoar (Roda-roda Budaya Tangerang, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (Dewan Kesenian Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Komunitas Sastra Indonesia, 1997), Jakarta dalam Puisi Indonesia Mutakhir (Dinas Kebudayaan Provinsi DKI, 2000), Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001 (Penerbit Kompas, Juni 2001), Puisi Tak Pernah Pergi (Penerbit Kompas, Juli 2003), Bisikan Kata, Teriakan Kota (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Mahaduka Aceh (Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, 2005), Antologi puisi tunggal bertajuk “Kartunama Putih” (Penerbit Biduk, Bandung, 1997). Buku antologi cerpen, novel, dan kumpulan esai yang telah terbit, yakni Senapan Cinta (Penerbit KataKita, Jakarta, April 2004), Bercinta di Bawah Bulan (Penerbit Metafor Publishing, Mei 2004), Aura Negeri Cinta (Lingkar Pena Publishing House, Juli 2005), Kincir Api (Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2005), Selembut Lumut Gunung (Cipta Sekawan Media, Januari 2006), Burung Kolibri Merah Dadu (C Publishing, Februari 2007), Interlude-Jeda (Lembaga Pemerhati Kebijakan Publik, September 2007). Sedangkan cerpen-cerpen yang lain berserak dalam pelbagai antologi bersama, antara lain 20 Tahun Cinta (Senayan Abadi Publishing, Juli 2003), Wajah di Balik Jendala (Lazuardi Publishing, 2003), Kota yang Bernama dan Tak Bernama (DKJ dan Bentang, Desember 2003), Addicted 2U (Lingkar Pena Publishing House, 2005), Jl. Asmaradana (Penerbit Buku Kompas, 2005), Ripin (Penerbit Buku Kompas, 2007). Pada November 1996, ia diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta sebagai penyair untuk acara “Mimbar Penyair Abad 21”. Pada Juli 2003, diundang Teater Utan Kayu untuk membaca cerpen dalam “Panggung Prosa Indonesia Mutakhir”. Pada akhir tahun 2003, kembali diundang DKJ untuk membaca cerpen dalam “Temu Sastra Kota”. Sehari-hari ia bekerja pada perusahaan otomotif Suzuki Mobil. (http://takashinreisa.blogspot.com/201...)

Pendidikan akhir Sekolah Tinggi Filsafat Dri-yarkara (tidak selesai). Buku yang pernah terbit:
- Abad Yang Berlari, 1984 (mendapat penghargaan Hadiah Buku Sastra Dewan Kesenian Jakarta, 1984)
- Yang Berdiam Dalam Mikropon, 1990;
- Arsitektur Hujan, 1995 (mendapat penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebu-dayaan RI, 1996).
- Biography of Reading, 1995.
- Kalung dari Teman
- Museum Penghancur Dokumen, 2013 Karya yang terbit dalam antologi bersama:
- Perdebatan Sastra Kontekstual (Ariel Heryanto, 1986);
- Tonggak Puisi Indonesia Modern 4 (Linus Suryadi, 1987);
- Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (Suratman Markasan, Kuala Lumpur, 1991);
- Dinamika Budaya dan Politik (Fauzie Ridjal, 1991);
- Traum der Freiheit Indonesien 50 jahre nach der Unabhangigkeit (Hendra Pasuhuk & Edith Koesoemawiria, Köln, 1995).
- Ketika Warna Ketika Kata (Taufiq Ismail, et.all, 1995);
- Pistol Perdamaian
- Cerpen Pilihan Kompas 1996;
- dalam Frontiers of World Literature (Iwanami Shoten, Publishers, Tokyo, 1997)
- dalam bahasa Jepang; jurnal Cornell University (Indonesia, Ithaca, Oktober, 1996);
- dan Anjing-anjing Memburu Kuburan, Cerpen Pilihan Kompas 1997. Penghargaan lain yang pernah diperoleh:
- Kincir Perunggu untuk naskah monolog dari Radio Neder-land Wereldomroep, 1981.
- Republika Award untuk esei dalam Senimania Republika harian Republika, 1994.
- Dan esei majalah Sastra Horison, 1997.

Seorang yang sangat terkenal di bidang jurnalistik, penulisan dan sinetron. Lahir di Solo 26 November 1948. Sempat kuliah di IKIP Solo selama beberapa bulan, lalu mengikuti program penulisan kreatif di Iowa University, Iowa City, Amerika Serikat (1979). Prestasinya sungguh luar biasa. Banyak karyanya yang telah disinetronkan dan mendapat penghargaan, di antaranya Keluarga Cemara dan Becak Emak, yang terpilih sebagai Pemenang Kedua Buku Remaja Yayasan Adikarya IKAPI 2002. Bahkan karena prestasinya pula, dia sempat masuk penjara selama lima tahun! Kini ia mengelola penerbitan sendiri yang diberi nama Atmo Group. Ia tinggal di Jakarta dengan seorang istri yang itu-itu saja, tiga orang anak yang sudah dewasa, seorang cucu yang lucu, seekor anjing setia, ratusan lukisan buatan sendiri selama di penjara, serta sejumlah pengalaman indah yang masih akan dituliskan.

AS Laksana (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 25 Desember 1968) adalah seorang sastrawan, pengarang, kritikus sastra, dan wartawan Indonesia yang dikenal aktif menulis cerita pendek di berbagai media cetak nasional di Indonesia. Ia belajar Bahasa Indonesia di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Semarang (kini Universitas Negeri Semarang) dan Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Dia juga menjadi salah satu pendiri majalah Gorong Gorong Budaya. Laksana pernah menjadi wartawan Detik, Detak, Tabloid Investigasi, dan kemudian mendirikan dan jadi pengajar sekolah penulisan kreatif Jakarta School. Kini dia aktif di bidang penerbitan. Kumpulan cerita pendeknya, Bidadari yang Mengembara, dipilih oleh Majalah Tempo sebagai buku sastra terbaik 2004. (wikipedia)


Intan Paramaditha menulis buku Sihir Perempuan, kumpulan cerita pendek yang masuk lima besar Khatulistiwa Literary Award pada tahun 2005; Kumpulan Budak Setan (2010), sebuah tribut untuk penulis horor Abdullah Harahap yang ditulis bersama Eka Kurniawan dan Ugoran Prasad; naskah drama Goyang Penasaran (Intan Paramaditha & Naomi Srikandi, ed, KPG 2013), diadaptasi dari cerpennya dan dipentaskan oleh Teater Garasi di Yogyakarta dan Teater Salihara, Jakarta. Ia mendapat penghargaan sebagai cerpenis terbaik Kompas 2013 lewat cerpen "Klub Solidaritas Suami Hilang." Pada tahun 2017 ia menerbitkan Gentayangan: Pilih Sendiri Petualangan Sepatu Merahmu, novel dengan alur beragam yang terpilih sebagai karya sastra bidang prosa terbaik pilihan Tempo 2017. Karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan Harvill Secker (Penguin Random House UK) dengan judul Apple and Knife dan The Wandering. Intan Paramaditha juga seorang akademisi, banyak menulis tentang gender dan seksualitas serta kajian budaya, khususnya film. Ia mendapat gelar doktor dalam bidang Kajian Sinema dari New York University setelah sebelumnya mendalami sastra Inggris di Universitas Indonesia dan University of California San Diego. Saat ini ia tinggal di Sydney dan mengajar Kajian Media dan Film di Macquarie University.

Nh. Dini (Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin) started writing since 1951. In 1953, her short stories can be found in most of national magazines like Kisah, Mimbar Indonesia, and Siasat. She also writes poems, radio play, and novel. Bibliography: * Padang Ilalang di Belakang Rumah * Dari Parangakik ke Kampuchea * Sebuah Lorong di Kotaku * Jepun Negerinya Hiroko * Langit dan Bumi Sahabat Kami * Namaku Hiroko * Tirai Menurun * Pertemuan Dua Hati * Sekayu * Pada Sebuah Kapal * Kemayoran * Keberangkatan * Kuncup Berseri * Dari Fontenay Ke Magallianes * La Grande Borne


Danarto dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1941 di Sragen, Jawa Tengah. Ayahnya bernama Jakio Harjodinomo, seorang mandor pabrik gula. Ibunya bernama Siti Aminah, pedagang batik kecil-kecilan di pasar. Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah dasar (SD), ia melanjutkan pelajarannya ke sekolah menengah pertama (SMP). Kemudian, ia meneruskan sekolahnya di sekolah menengah atas (SMA) bagian Sastra di Solo. Pada tahun 1958–1961 ia belajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta jurusan Seni Lukis. Ia memang berbakat dalam bidang seni. Pada tahun 1958—1962 ia membantu majalah anak-anak Si Kuncung yang menampilkan cerita anak sekolah dasar. Ia menghiasi cerita itu dengan berbagai variasi gambar. Selain itu, ia juga membuat karya seni rupa, seperi relief, mozaik, patung, dan mural (lukisan dinding). Rumah pribadi, kantor, gedung, dan sebagainya banyak yang telah ditanganinya dengan karya seninya. Pada tahun 1969—1974 ia bekerja sebagai tukang poster di Pusat kesenian jakarta, Tam Ismail Marzuki. Pada tahun 1973 ia menjadi pengajar di Akademi Seni Rupa LPKJ (sekarang IKJ) Jakarta. Dalam bidang seni sastra, Danarto lebih gemar berkecimpung dalam dunia drama. Hal itu terbukti sejak tahun 1959—1964 ia masuk menjadi anggota Sanggar Bambu Yogyakarta, sebuah perhimpunan pelukis yang biasa mengadakan pameran seni lukis keliling, teater, pergelaran musik, dan tari. Dalam pementasan drama yang dilakukan Rendra dan Arifin C. Noor, Danarto ikut berperan, terutama dalam rias dekorasi. Pad tahun 1970 ia bergabung dengan misi Kesenian Indonesia dan pergi ke Expo ’70 di Osaka, Jepang. Pada tahun 1971 ia membantu penyelenggaraan Festival Fantastikue di Paris. Pada tahun 1976 ia mengikuti lokakarya Internasional Writing Program di Iowa City, Amerika Serikat, bersama pengarang dari 22 negara lainnya. Pada tahun 1979—1985 bekerja pada majalah Zaman. Kegiatan sastra di luar negeri pun ia lakukan. Hal itu dibuktikan dengan kehadirannya tahun 1983 pada Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda. Tulisnanya yang berupa cerpen banyak dimuat dalam majalah Horison, seperti “Nostalgia”, “Adam Makrifat”, dan “Mereka Toh Tidak Mungkin Menjaring Malaekat”. Di antara cerpennya, yang berjudul “Rintrik”, mendapat hadiah dari majalah Horison tahun 1968. Pada tahun 1974 kumpulan cerpennya dihimpun dalam satu buku yang berjudul Godlob yang diterbitkan oleh Rombongan Dongeng dari Dirah. Karyanya bersama-sama dengan pengarang lain, yaitu Idrus, Pramudya Ananta Toer, A.A. Navis, Umar Kayam, Sitor Situmorang, dan Noegroho Soetanto, dimuat dalam sebuah antologi cerpen yang berjudul From Surabaya to Armageddon (1975) oleh Herry Aveling. Karya sastra Danarto yang lain pernah dimuat dalam majalah Budaya dan Westerlu (majalah yang terbit di Australia). Dalam bidang film ia pun banyak memberikan sumbangannya yang besar, yaitu sebagai penata dekorasi. Film yang pernah digarapnya ialah Lahirnya Gatotkaca (1962), San Rego (1971), Mutiara dalam Lumpur (1972), dan Bandot (1978).

Mulai menulis cerita pendek pada pertengahan tahun 1993. Karya-karyanya disiarkan di beberapa media massa; di antaranya majalah Horison, Matra, Basis, Jurnal Kebudayaan Kalam, Bahana (Brunei Darussalam), serta harian Kompas, Republika, Media Indonesia, Suara Pembaruan, The Jakarta Post, Pikiran Rakyat, Jawa Pos, Bernas, dan lain sebagainya. Karyanya dalam bentuk antologi adalah: Lampor (Kompas, 1994), Guru Tarno (Bigraf, 1995), Negeri Bayang Bayang (DKS, 1996), Candramawa (Pustaka Nusatama, 1996), Pistol Perdamaian (Kompas, 1996), Gerbong (Pustaka Pelajar, 1998), Aceh Mendesah dalam Nafasku (KaSUHA, Banda Aceh, 1999), dan Embun Tajjali (AksaraIndonesia, 2000); sedangkan esainya dalam antologi Begini Begini Begitu (Pustaka Pelajar, 1997). Kumpulan Cerita Pendek tunggalnya, Kali Mati (1999), Kastil Angin Menderu (2000), Air Kaldera (2000), dan Malaikat Tak Datang Malam Hari (2004). Kini menetap di Jogjakarta, menulis dan melukis.

Oka Rusmini was born in Jakarta, July 11, 1967. She lives in Denpasar, Bali. She writes poetry, novel, and short story. Her published works are Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Sagra (2001), Kenanga (2003), Patiwangi (2003), Warna Kita (2007), Pandora (2008), Tempurung (2010), Akar Pule (2012), Saiban (2014). Her novel Tarian Bumi has been translated into foreign languages: Erdentanz (Deutsch edition, 2007), Jordens Dans (Svenska edition, 2009), Earth Dance (English edition, 2011), and La danza della terra (Italian edition, 2015). In the year 2002, she received the Best Poetry Award from Poetry Journal. In 2003, The Language Centre, Ministry of Education of the Republic of Indonesia, gave her the Literary Appreciation Award of Literary Works for her novel Tarian Bumi. In 2012, she received the Literary Appreciation Award from the Agency of Language Development and Cultivation, Ministry of Education of the Republic of Indonesia, and the South East Asian Write Award, Bangkok, Thailand, for her novel Tempurung. Her book of poems Saiban (2014) won the national literary award, “Kusala Sastra Khatulistiwa 2013-2014”. She was invited to national and international events, such as Literary Festival Winternachten in Den Haag, Amsterdam, Netherland (2003), Singapore Writer Festival (2011), and OZ Festival, Adelaide, Australia (2013). She was also invited as guest writer in Hamburg University Germany (2003). Oka Rusmini can be contacted at Twitter: @okarus Email : tarianbumi@yahoo.com. Facebook Page: oka rusmini


Ugoran Prasad memenangkan penghargaan cerpen terbaik Kompas (2005-2006) dengan cerpennya, "Ripin." Sebelumnya ia mendirikan BlockNot Forum (1999) dan menerbitkan novel Di Etalase, (Grasindo, 2003). Di tahun 2010, bersama Eka Kurniawan dan Intan Paramaditha, ia menerbitkan kumpulan cerpen Kumpulan Budak Setan (Gramedia Pustaka Utama, 2010), sebuah pembacaan ulang atas karya-karya horor Abdullah Harahap. Sejak awal tahun 2000-an Ugoran telah menjadi resident artist di Teater Garasi. Ia terlibat dalam kerja penulisan naskah maupun dramaturgi beberapa karya, termasuk Waktu Batu, yang ditulisnya bersama Gunawan Maryanto dan Andri Nur Latif (2001-2004; sutradara: Yudi Ahmad Tajudin), dan Mnem[a]syne (sutradara: Yudi Ahmad Tajudin), kolaborasi Teater Garasi dan Teater Kunauka, Tokyo. Ia sempat menjadi Associate Editor di Lebur Theater Quarterly, Jurnal Teater dan Seni Pertunjukan. Ugoran juga dikenal sebagai penulis dan penampil lirik untuk kelompok musik Melancholic Bitch, Yogyakarta. Kelompok ini telah menghasilkan tiga album (Live at nDalem Joyokusuman, 2003, Anamnesis, 2005, dan Balada Joni dan Susi 2009). Pada tahun 2010, bersama musisi indie dari Yogyakarta, Frau, Ugoran menyanyikan kembali lagu yang ia ciptakan untuk album Anamnesis, "Sepasang Kekasih yang Pertama Bercinta di Luar Angkasa.” Ugoran lulus dari jurusan Sosiologi UGM dan mendapat beasiswa Erasmus Mundus untuk program MA of International Performance Research (MAIPR) di University of Amsterdam dan Warwick University (2012). Ia juga pernah memperoleh fellowship dari Asian Cultural Council sebagai visiting scholar di Department of Performance Studies, Tisch School of The Arts, New York University (2008 dan 2010). Sejak 2013 ia menempuh program doktoral di bidang Kajian Teater di City University of New York (CUNY).


Riwayat hidup Masa mudanya dihabiskan di Surakarta. Pada masa ini ia sudah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah-majalah. Kesukaannya menulis ini berkembang saat ia menempuh kuliah di bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Sejak tahun 1974 ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia, namun kini telah pensiun. Ia pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar. Pada masa tersebut ia juga menjadi redaktur pada majalah "Horison", "Basis", dan "Kalam". Sapardi Djoko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 SDD mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar. Karya-karya Sajak-sajak SDD, begitu ia sering dijuluki, telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sampai sekarang telah ada delapan kumpulan puisinya yang diterbitkan. Ia tidak saja menulis puisi, tetapi juga menerjemahkan berbagai karya asing, menulis esei, serta menulis sejumlah kolom/artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola. Beberapa puisinya sangat populer dan banyak orang yang mengenalinya, seperti Aku Ingin (sering kali dituliskan bait pertamanya pada undangan perkawinan), Hujan Bulan Juni, Pada Suatu Hari Nanti, Akulah si Telaga, dan Berjalan ke Barat di Waktu Pagi Hari. Kepopuleran puisi-puisi ini sebagian disebabkan musikalisasi terhadapnya. Yang terkenal terutama adalah oleh Reda Gaudiamo dan Tatyana (tergabung dalam duet "Dua Ibu"). Ananda Sukarlan pada tahun 2007 juga melakukan interpretasi atas beberapa karya SDD. Berikut adalah karya-karya SDD (berupa kumpulan puisi), serta beberapa esei. Kumpulan Puisi/Prosa * "Duka-Mu Abadi", Bandung (1969) * "Lelaki Tua dan Laut" (1973; terjemahan karya Ernest Hemingway) * "Mata Pisau" (1974) * "Sepilihan Sajak George Seferis" (1975; terjemahan karya George Seferis) * "Puisi Klasik Cina" (1976; terjemahan) * "Lirik Klasik Parsi" (1977; terjemahan) * "Dongeng-dongeng Asia untuk Anak-anak" (1982, Pustaka Jaya) * "Perahu Kertas" (1983) * "Sihir Hujan" (1984; mendapat penghargaan Puisi Putera II di Malaysia) * "Water Color Poems" (1986; translated by J.H. McGlynn) * "Suddenly the night: the poetry of Sapardi Djoko Damono" (1988; translated by J.H. McGlynn) * "Afrika yang Resah (1988; terjemahan) * "Mendorong Jack Kuntikunti: Sepilihan Sajak dari Australia" (1991; antologi sajak Australia, dikerjakan bersama R:F: Brissenden dan David Broks) * "Hujan Bulan Juni" (1994) * "Black Magic Rain" (translated by Harry G Aveling) * "Arloji" (1998) * "Ayat-ayat Api" (2000) * "Pengarang Telah Mati" (2001; kumpulan cerpen) * "Mata Jendela" (2002) * "Ada Berita Apa hari ini, Den Sastro?" (2002) * "Membunuh Orang Gila" (2003; kumpulan cerpen) * "Nona Koelit Koetjing :Antologi cerita pendek Indonesia periode awal (1870an - 1910an)" (2005; salah seorang penyusun) * "Mantra Orang Jawa" (2005; puitisasi mantera tradisional Jawa dalam bahasa Indonesia) Musikalisasi Puisi Musikalisasi puisi karya SDD sebetulnya bukan karyanya sendiri, tetapi ia terlibat di dalamnya. * Album "Hujan Bulan Juni" (1990) dari duet Reda dan Ari Malibu. * Album "Hujan Dalam Komposisi" (1996) dari duet Reda dan Ari. * Album "Gadis Kecil" dari duet Dua Ibu * Album "Becoming Dew" (2007) dari duet Reda dan Ari Malibu * satu lagu dari "Soundtrack Cinta dalam Sepotong Roti", berjudul Aku Ingin, diambil dari sajaknya dengan judul sama, digarap bersama Dwiki Dharmawan dan AGS Arya Dwipayana, dibawakan oleh Ratna Octaviani. Ananda Sukarlan pada Tahun Baru 2008 juga mengadakan konser kantata "Ars Amatoria" yang berisi interpretasinya atas puisi-puisi SDD. Buku * "Sastra Lisan Indonesia" (1983), ditulis bersama Subagio Sastrowardoyo dan A. Kasim Achmad. Seri Bunga Rampai Sastra ASEAN.
GM Sudarta lahir di Klaten, 20 September 1945. Mengenyam pendidikan di ASRI Yogyakarta tahun 1965-1967. Tahun 1967 bergabung dengan Harian Kompas, kemudian menciptakan tokoh Oom Pasikom dan mulai tampil pada April 1967. Menerima penghargaan Hadiah Jurnalistik Adinegoro dan Tropi dari PWI (1983, 1984, 1985, 1986, 1987), Best Cartoon of Nippon (2000), Gold Prize Tokyo No Kai (2004). Hingga kini masih menjadi kontributor untuk C&WS (Cartoonist & Writer Syndicate) dan beberapa media massa di Jepang.

Djenar Maesa Ayu started her writings on many national newspapers. Her first book "Mereka Bilang Saya Monyet!" has been reprinted more than 8 times and shortlisted on Khatulistiwa Literary Award 2003. Her short story “Waktu Nayla” awarded the best Short Story by Kompas in 2003, while “Menyusu Ayah” become The Best Short Story by Jurnal Perempuan and translated to English by Richard Oh with title “Suckling Father”. Her second book "Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)" was launch February 2005 and also received great success. The amazing part is this book reprinted two days after the launching. Other books by Djenar: * Nayla * Cerita Pendek Tentang Cerita Cinta Pendek

Okky Madasari is an Indonesian novelist. She is well-known for her social criticism with her fiction highlighting social issues, such as injustice and discrimination, and above all, about humanity. In academic field, her main interest is on literature, censorship and freedom of expression, and sociology of knowledge. Since 2010 Okky has published 10 books, comprising of five novels, one short-story collection, three children’s novels and one non-fiction book. Her newest book (2019) is Genealogi Sastra Indonesia: Kapitalisme, Islam dan Sastra Perlawanan or “Genealogy of Indonesian Literature: Capitalism, Islam and Critical Literature”, which is published online and can be freely downloaded from her website www.okkymadasari.net. Okky’s novels have been translated into English, Germany and Arabic.

Justina Ayu Utami atau hanya Ayu Utami (lahir di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968) adalah aktivis jurnalis dan novelis Indonesia, ia besar di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia pernah menjadi wartawan di majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R. Tak lama setelah penutupan Tempo, Editor dan Detik pada masa Orde Baru, ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan. Kini ia bekerja di jurnal kebudayaan Kalam dan di Teater Utan Kayu. Novelnya yang pertama, Saman, mendapatkan sambutan dari berbagai kritikus dan dianggap memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Ayu dikenal sebagai novelis sejak novelnya Saman memenangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Dalam waktu tiga tahun Saman terjual 55 ribu eksemplar. Berkat Saman pula, Ayu mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Akhir 2001, ia meluncurkan novel Larung.


Satyagraha Hoerip atau lebih dikenal dengan nama Oyik adalah penulis cerpen, novel, dan skenario film yang cukup diperhitungkan di kancah sastra Indonesia. Oyik juga merupakan pencetus angkatan sastrawan 1963, sebelum H.B. Jassin mencetuskan angkatan sastrawan 1966. Meskipun tak pernah menyelesaikan pendidikannya di perguruan tinggi, dia pernah menjadi dosen tamu pada Indonesian Studies Summer Institute, University Ohio, Athens, Amerika Serikat (1982). Karyanya dalam bentuk skenario, Di antara dua dunia (1980) pernah diangkat ke film layar lebar oleh Teguh Karya dan Palupi (1970) di filmkan oleh Asrul Sani.

F. Rahardi was a principal of elementary school for 5 years before he shifting his work as a writer. He starts to write poems, short stories, essays. One of his work Soempah WTS (1983) got much attention and publication since when he read it Taman Ismail Marzuki, Jakarta, he bring along whores with him. Bibliography: * Soempah WTS (1983) * Catatan Harian Sang Koruptor (1985) * Silsilah Garong (1990) * Kentrung Itelile (1993) * Petani Berdasi (1994) and lyrical prose Migrasi Para Kampret (1993).

Many predicate have been given to Umar Kayam. He was a writer, lecturer, bigscreen artist. Most of his time was spended as a lecturer at Gadjah Mada University, Yogyakarta. Bibliography: * Sri Sumarah (Pustaka Jaya, 1975) * Para Priyayi (Pustaka Jaya, 1992) * Jalan Menikung/Para Priyayi 2 (Pustaka Jaya, 2002)

Martin Aleida adalah seorang sastrawan yang lahir di Tanjung Balai, Sumatera Utara, pada 1943. Nama aslinya adalah Nurlan. Martin mengawali karirnya sebagai wartawan di harian Zaman Baru. Profesi inilah yang mengantarkannya ke penjara, ditangkap oleh Orde Baru karena koran tersebut diterbitkan oleh Lembaga Kesenian Rakyat. Menempuh studi lingustik di Georgetown University, Washingotn D.C, Amerika Serikat, Martin pernah bekerja di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sejumlah media massa, diantaranya Majalah Tempo di Jakarta. Kini, ia aktif sebagai anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta periode 2009 – 2012.
Sasti Gotama adalah seorang dokter yang mencintai aksara. Ia gemar mengintip sisi tergelap jiwa manusia dan melukiskannya dalam deretan karya. Karyanya telah dibukukan dalam Kumpulan Cerita Penafsir Mimpi (Indigo Publisher, 2019). Cerpen-cerpennya telah tersiar di media cetak dan media online Indonesia. Bukunya, Mengapa Tuhan Menciptakan Kucing Hitam (Diva Press, 2020), masuk dalam 5 besar buku sastra pilihan Tempo 2020, menjadi nominee Penghargaan Sastra Badan Bahasa Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi 2021, dan pemenang I Hadiah Sastra “Rasa” 2022.

Putu Wijaya, whose real name is I Gusti Ngurah Putu Wijaya, is an Indonesian author who was born in Bali on 11 April 1944. He was the youngest of eight siblings (three of them from a different father). He lived in a large housing complex with around 200 people who were all members of the same extended family, and were accustomed to reading. His father, I Gusti Ngurah Raka, was hoping for Putu to become a doctor, but Puti was weak in the natural sciences. He liked history, language and geography. Putu Wijaya has already written around 30 novels, 40 dramas, about a hundred short stories, and thousands of essays, free articles and drama criticisms. He has also produced film and soap-opera scripts. He led the Teater Mandiri theatre since 1971, and has received numerous prices for literary works and soap-opera scripts. He's short stories often appear in the columns of the daily newspapers Kompas and Sinar Harapan. His novels are often published in the magazines Kartini, Femina and Horison. As a script writer, he has two times won the Citra prize at the Indonesian Film Festival, for the movies Perawan Desa (1980) and Kembang Kertas (1985).

Lahir di Malang, Jawa Timur, 24 April 1949. Anak kelima dari 10 bersaudara ini mengaku bahwa bakat mengarangannya menurun dari simbah buyutnya yang menjadi pawang cerita di Minang. Pada sekitar usia tigabelas tahun ia mengalami penyakit rachitis (radang tulang) yang mengakibatkan Kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi, sehingga ia harus duduk di atas kursi roda. Keterbatasan fisik seperti ini bukan menjadi hambatan baginya untuk mengembangkan pribadinya. Pernah berkuliah di Fakultas Ilmu Alam Universitas Brawijaya, Malang, namun tidak ia rampungkan. Dalam proses kepenulisannya, ia banyak mendapat inspirasi dari historiografi, yakni menceritakan kejadian-kejadian masa lampau, baik berunsur sejarah atau legenda. Namun karena cacat fisik yang tidak memungkinkan dia menulis langsung, ia hanya mendiktekan kepada para asistennya untuk mengetik, baru kemudian merevisinya. Dengan perjuangan teknis seperti itulah cerpen dan novelnya lahir, dan memiliki karakter yang sangat khas dengan kewanitaannya. Karyanya antara lain : berupa kumpulan cerpen yang di muat dalam antologi Kado Istimewa (1992), Pelajaran Mengarang (1993), Lampor (1994), Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995), Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997), Lakon Di Kota Senja (2002) dan Waktu Nayla (2003). Kumpulan cerpennya yang lain : Aminah di Suatu Hari, Menjelang Pati (1994), Namanya Masa (2000) dan Sumi dan Gambarnya (2003). Karya-karya cerpennya tersebut banyak dimuat di berbagai media massa seperti Kompas, Horison, Basis, Suara Pembaruan, Kartini, Sarinah, Jawa Pos dan banyak lagi. Ia juga menerbitkan novel yaitu Bukan Pinang Dibelah Dua (2003) dan Lemah Tanjung (2003). Atas peran aktifnya dalam dunia sastra, tercatat beberapa kali ia meraih beberapa penghargaan, antara lain, tiga kali berturut-turut cerpennya masuk dalam antologi cerpen pilihan Kompas (1993-1996), cerpen pilihan harian Surabaya Post (1993) serta juara tiga lomba penulisan cerpen dan cerbung majalah Femina (1996-1997). Karyanya juga terpilih masuk dalam Antologi Cerpen Perempuan ASEAN (1996). Disamping rajin menulis, sejak 1977 dia juga aktif menjadi ketua Yayasan Bhakti Nurani Malang dan Direktur I LSM Entropic Malang (1991). Karena aktivitas sosialnya inilah dia mendapat kesempatan mengikuti berbagai seminar internasional, seperti Disable People International di Sydney, Australia, (1993), Kongres Internasional Perempuan di Beijing, RRC (1995), Leadership Training MIUSA di Eugene Oregon, Amerika Serikat (1997), Kongres Perempuan Sedunia di Washington DC, Amerika Serikat (1997), serta pernah mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI (1994). Tahun 2001, ia membentuk Forum Kajian Ilmiah Pelangi yang bermarkas di rumahnya, Jl. Diponegoro 3.A Malang, Jawa Timur. Forum ini mampu menjadi oase, kantong budaya, karena mengakomodasi berbagai elemen masyarakat dalam diskusi persoalan aktual setiap bulannya. Sastrawan ini meninggal dunia di usia 61 tahun setelah menderita stroke.


Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuth Thalibin, Rembang. Mantan Rais PBNU ini dilahirkan di Rembang, 10 Agustus 1944. Di masa mudanya ia pernah nyantri di berbagai pesantren seperti Pesantren Lirboyo Kediri di bawah asuhan KH Marzuqi dan KH Mahrus Ali; Al Munawwar Krapyak Yogyakarta di bawah asuhan KH Ali Ma'shum dan KH Abdul Qadir; dan Universitas Al Azhar Cairo, di samping mengaji di di pesantren milik ayahnya sendiri, KH Bisri Mustofa Rembang. Gus Mus menikah dengan St. Fatma, dan dikaruniai 6 (enam) orang anak perempuan serta seorang anak laki-laki. Selain dikenal sebagai ulama dan Rais Syuriah PBNU, Gus Mus juga budayawan dan penulis produktif. Ia kerap menulis kolom, esai, cerpen, dan puisi di berbagai media massa seperti: Intisari; Ummat; Amanah;Ulumul Qur’an; Panji Masyarakat; Horison; Jawa Pos; Republika; Media Indonesia; Tempo; Forum; Kompas; Suara Merdeka dll.

Ali Akbar Navis was a journalist and potential writer. He was a full time writer for Sripo and writes so many stories. His famous books was “Robohnya Surau Kami” which became a monumental work for Indonesian literature. His last work is "Simarandang" a social-culture journal which been published on April 2003. A.A. Navis passed away at age 79.
After Rain adalah novel debut Anggun Prameswari. Sebelumnya, cewek Gemini yang juga pencinta bulan purnama ini, sering menulis cerpen di banyak media nasional. Selain menulis, kesehariannya diisi dengan mengajar bahasa Inggris di SMP-SMA Harapan Bangsa, Tangerang

Budi Darma lahir di Rembang, Jawa Tengah, 25 April 1937. Semasa kecil dan remaja ia berpindah-pindah ke berbagai kota di Jawa, mengikuti ayahnya yang bekerja di jawatan pos. Lulus dari SMA di Semarang pada 1957, ia memasuki Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gadjah Mada. Lulus dari UGM, ia bekerja sebagai dosen pada Jurusan Bahasa Inggris—kini Universitas Negeri Surabaya—sampai kini. Di universitas ini ia pernah memangku jabatan Ketua Jurusan Inggris, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Rektor. Sekarang ia adalah guru besar dalam sastra Inggris di sana. Ia juga mengajar di sejumlah universitas luar negeri. Budi Darma mulai dikenal luas di kalangan sastra sejak ia menerbitkan sejumlah cerita pendek absurd di majalah sastra Horison pada 1970-an. Jauh kemudian hari sekian banyak cerita pendek ini terbit sebagai Kritikus Adinan (2002). Budi Darma memperoleh gelar Master of Arts dari English Department, Indiana University, Amerika Serikat pada 1975. Dari universitas yang sama ia meraih Doctor of Philosophy dengan disertasi berjudul “Character and Moral Judgment in Jane Austen’s Novel” pada 1980. Di kota inilah ia menggarap dan merampungkan delapan cerita pendek dalam Orang-orang Bloomington (terbit 1980) dan novel Olenka (terbit 1983, sebelumnya memenangkan hadiah pertama sayembara penulisan novel Dewan Kesenian Jakarta 1980). Ia juga tampil sebagai pengulas sastra. Kumpulan esainya adalah Solilokui (1983), Sejumlah Esai Sastra (1984), dan Harmonium (1995). Setelah Olenka, ia menerbitkan novel-novel Rafilus (1988) dan Ny. Talis (1996). Belakangan, Budi Darma juga menyiarkan cerita di surat kabar, misalnya Kompas; pada 1999 dan 2001 karyanya menjadi cerita pendek terbaik di harian itu. Cerpennya, "Laki-laki Pemanggul Goni," merupakan cerpen terbaik Kompas 2012. Dalam sebuah wawancara di jurnal Prosa (2003), lelaki yang selalu tampak santun, rapi, dan lembut-tutur-kata ini sekali lagi mengakui, “...saya menulis tanpa saya rencanakan, dan juga tanpa draft. Andaikata menulis dapat disamakan dengan bertempur, saya hanya mengikuti mood, tanpa menggariskan strategi, tanpa pula merinci taktik. Di belakang mood, sementara itu, ada obsesi.”

Faisal Oddang was born on 18th September 1994. He finished his study in Universitas Hasanuddin, focusing on Indonesian Literature. His books are: Poetry Collection Perkabungan untuk Cinta (Mourning for Love) and Manurung was shortlisted for Khatulistiwa Literary Award 2018, Novels: Tiba Sebelum Berangkat (Arriving Before Departing) was shortlisted for Khatulistiwa Literary Award 2018, Puya ke Puya (From One Heaven to Another) won 4th place in Jakarta Art Council Novel Competition 2014 and was chosen as the best novel in 2015 by Tempo Magazine. He achieved: Robert Bosh Stiftung and Literary Colloquium Berlin Grants 2018, Iowa International Writing Program 2018, Asean Young Writers Award 2014, Best Short Stories Writers 2014 by Kompas Daily, Prose Writer of The Year 2015 by Tempo Magazine, Best Essayist in Asean Literary Festival 2017. He was invited as a speaker in Ubud Writers and Readers Festival 2014, Salihara International Literary Biennale 2015 and Makassar International Writers Festival 2015, and participated in writer’s residency 2016 in Netherland by Indonesian National Book Committee. Email: faisaloddang@gmail.com

Radhar Panca Dahana (lahir di Jakarta, 26 Maret 1965; umur 45 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Ia menyelesaikan Program S1 Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Indonesia (1993) dan studi Sosiologi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Paris, Perancis (2001). Radhar memulai debut sebagai sastrawan sejak usia 10 tahun lewat cerpennya di Harian Kompas, "Tamu Tak Diundang". Lalu, menapak karier jurnalistik sebagai redaktur tamu malalah Kawanku (1977), reporter lepas hingga pemimpin redaksi di berbagai media seperti Hai, Kompas, Jakarta Jakarta, Vista TV, dan Indline.com. Kini, penjaga rubrik Gagasan di Harian Kompas dan pengajar di Universitas Indonesia. source: wikipedia


Ahmad Tohari is Indonesia well-knowned writer who can picture a typical village scenery very well in his writings. He has been everywhere, writings for magazines. He attended Fellowship International Writers Program at Iowa, United State on 1990 and received Southeast Asian Writers Award on 1995. His famous works are trilogy of Srintil, a traditional dancer (ronggeng) of Paruk Village: "Ronggeng Dukuh Paruk", "Lintang Kemukus Dini Hari", and "Jantera Bianglala" On 2007, he releases again "Ronggeng Dukuh Paruk" in Java-Banyumasan language which is claimed to be the first novel using Java-Banyumasan. Toward his effort, he receives Rancage Award 2007. The book is only printed 1,500 editions and sold out directly in the book launch. Bibliography: * Kubah (novel, 1980) * Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982) * Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985) * Jantera Bianglala (novel, 1986) * Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986) * Senyum Karyamin (short stories, 1989) * Bekisar Merah (novel, 1993) * Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995) * Nyanyian Malam (short stories, 2000) * Belantik (novel, 2001) * Orang Orang Proyek (novel, 2002) * Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004) * Mata yang Enak Dipandang (short stories, 2013)

Triyanto Triwikromo (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 15 September 1964; umur 50 tahun) adalah sastrawan Indonesia. Redaktur sastra Harian Umum Suara Merdeka dan dosen Penulisan Kreatif Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang, ini kerap mengikuti pertemuan teater dan sastra, antara lain menjadi pembicara dalam Pertemuan Teater-teater Indonesia di Yogyakarta (1988) dan Kongres Cerpen Indonesia di Lampung (2003). Ia juga mengikuti Pertemuan Sastrawan Indonesia di Padang (1997), Festival Sastra Internasional di Solo, Pesta Prosa Mutakhir di Jakarta (2003), dan Wordstorm 2005: Nothern Territory Festival di Darwin, Australia. Cerpennya Anak-anak Mengasah Pisau direspon pelukis Yuswantoro Adi menjadi lukisan, AS Kurnia menjadi karya trimatra, pemusik Seno menjadi lagu, Sosiawan Leak menjadi pertujukan teater, dan sutradara Dedi Setiadi menjadi sinetron (skenario ditulis Triyanto sendiri). Penyair terbaik Indonesia versi Majalah Gadis (1989) ini juga menerbitkan puisi dan cerpennya di beberapa buku antologi bersama.

Gus tf Sakai, lahir pada tanggal 13 Agustus 1965 di Payakumbuh Sumatera Barat. Ia menamatkan studinya di Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Mulai menulis prosa pada usia 13 tahun sejak sebuah cerpennya memenangkan hadiah pertama pada sebuah lomba penulisan cerpen. Hingga sekarang ia telah menyelesaikan 2 novel, 7 novelet, dan 18 cerpennya memperoleh penghargaan yang diselenggarakan oleh berbagai media seperti majalah Anita, Femina, Gadis, Hai, Kartini, Matra dan harian Kompas. Karya-karyanya: * Segi Empat Patah Sisi (novel remaja, 1990 * Segitiga Lepas Kaki (novel remaja, Gramedia, 1991) * Ben (novel remaja, 1992) * Istana Ketirisan (kumpulan cerpen, 1996) * Sangkar Daging (kumpulan sajak, 1997) * Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (kumpulan cerpen, 1999), diterbitkan The Lontar Foundation dalam bahasa Inggris dengan judul The Barber and Other Short Stories 2002) * Tambo, Sebuah Pertemuan (novel, 2000) * Tiga Cinta, Ibu (novel, 2002) * Laba-Laba (kumpulan cerpen, 2003) * Ular Keempat (novel, 2005) * Daging Akar (kumpulan sajak, 2005) * Perantau (kumpulan cerpen, 2007)

Seno Gumira Ajidarma is a writer, photographer, and also a film critic. He writes short stories, novel, even comic book. He has won numerous national and regional awards as a short-story writer. Also a journalist, he serves as editor of the popular weekly illustrated magazine Jakarta-Jakarta. His piece in this issue is an excerpt from his novel "Jazz, Parfum dan Insiden", published by Yayasan Bentang Budaya in 1996. Mailing-list Seno Gumira fans: http://groups.yahoo.com/group/senogum...

Cok Sawitri adalah penulis perempuan bernama lengkap Cokorda Sawitri, kelahiran Karangasem, Bali, dan kini tinggal di Denpasar, Bali. Selain sebagai aktivis teater, Cok juga menulis beberapa artikel, puisi, cerita pendek dan juga aktif dalam aktifitas budaya sosial sebagai pendiri Forum Perempuan Mitra Kasih Bali di tahun 1997 dan Kelompok Tulis Ngayah di tahun 1989. Cok tercatat sebagai salah satu dari penasehat The Parahyang untuk majelis Desa Pekraman atau desa adat di Sidemen, Karangasem, Bali. Ia juga aktif dalam organisasi yang bergerak dalam bidang perempuan dan kemanusiaan sampai grup-grup teater di Bali.

Eka Kurniawan was born in Tasikmalaya in 1975 and completed his studies in the Faculty of Philosophy at Gadjah Mada University. He has been described as the “brightest meteorite” in Indonesia’s new literary firmament, the author of two remarkable novels which have brought comparisons to Salman Rushdie, Gabriel García Márquez and Mark Twain; the English translations of these novels were both published in 2015—Man Tiger by Verso Books, and Beauty is a Wound by New Directions in North America and Text Publishing in Australia. Kurniawan has also written movie scripts, a graphic novel, essays on literature and two collections of short stories. He currently resides in Jakarta. Eka Kurniawan, seorang penulis sekaligus desainer grafis. Menyelesaikan studi dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Karyanya yang sudah terbit adalah empat novel: Cantik itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), dan O (2016); empat kumpulan cerita pendek: Corat-coret di Toilet (2000), Gelak Sedih (2005), Cinta Tak Ada Mati (2005), dan Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015); serta satu karya non fiksi: Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (1999).

Novel The Strawberry Suprise-nya (2013) difilmkan layar lebar dengan dua bintang utama Acha Septriasa (Aggi) dan Reza Rahadian (Timur) dengan judul Strawberry Surprise (2014). Karya-karyanya yang pernah diterbitkan: Novel: Kutemukan Engkau di Setiap Tahajudku (Hikmah, 2007) * Terbit di Malaysia, 2008 * Diadaptasi ke FTV Religi oleh Starvision, 2010 Di Bawah Naungan Cahaya-Mu (Hikmah, 2008) * Terbit di Malaysia, 2009 Girl-ism (Gramedia, 2009) Pukul Sebelas Malam (indie, 2012) On a Journey (Bentang Pustaka, 2013) The Strawberry Surprise (Bentang Pustaka, 2013) * Diadaptasi ke film layar lebar oleh Starvision, 2014 * Official trailer film Strawberry Surprise https://www.youtube.com/watch?v=0urlJ... Jogja Jelang Senja (Grasindo, 9 Mei 2016) Alang, (Republika Penerbit, Agustus 2016) Membunuh Cupid (Falcon Publishing, Februari 2017) Mimpi Kecil Tita (Republika Penerbit, Mei 2017) Cerpen: "La Vie" - Koran Tempo, 2011 Heute Herbst - Koran Tempo, 2011 Ayahmu Mati - Jawa Pos, 2011 CLOS E - Koran Tempo, 2012 Skarf - Koran Tempo, 2012 Gelas Kopi ke - 124 - Majalah Femina 2013 Mozarella - Jakarta Beat, 2014 Gembok - Media Indonesia, 2015 Pai Apel Musim Panas - Cerber Majalah Femina, 2015 Pemain Biola - Cerpen Majalah Femina, 2015 Di Tikungan Jalan - Suara Karya, 2015 Begitu Luka, Begitu Dini di Bromo - Suara NTB, 2015 Kopi Rena - Cerber Majalah Femina, 2015 Cireng Dua Juta - Majalah Kawanku, 2015 Janji di Perpustakaan - Minggu Pagi, 2015 Ros - Cerber Majalah Kartini, 2016 Nasi Kuning - Cerpen Majalah Horison, 2016 Duwet - Cerpen Minggu Pagi, 2017 Pertarungan Terakhir - Cerber Majalah Femina, 2017 Pentas dan menulis naskah Teater: Pentas monolog naskah Sang Primadona - cerpen A. Mustofa Bisri, sebagai presentasi program beasiswa keaktoran Actor Studio 2, Teater Garasi. 2008. TUK - naskah Bambang Widoyo SP, sebagai presentasi program beasiswa Actor Studio 2, Teater Garasi. Sutradara Gunawan Maryanto. 2008. Tempat istirahat - naskah David Campton, sebagai presentasi program beasiswa Actor Studio 3, Teater Garasi. 2009. Kura-kura Bekicot - naskah Eugene Ionesco. 2010. Menulis naskah Menjaring Malaikat (adaptasi dari cerpen Danarto: Mereka Toh Tak Mungkin Menjaring Malaikat) untuk @JaringProject, tampil di Mimbar Teater Solo dan Festival Teater Jakarta - Dewan Kesenian Jakarta, 2016.

Cerpen-cerpennya dimuat dalam berbagai harian dan majalah dalam dan luar negeri. Beberapa cerita pendeknya diterjemahkan dalam bahas Inggris dan Jerman. Kumpulan cerpennya yang telah terbit adalah Lukisan Perkawinan (1982), Cemara (1982), Sampah Bulan Desember (2000) dan Bibir dalam Pispot (2003). Novel pertamanya Ketika Lampu Berwarna Merah merupakan pemenang sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1981.

Nukila Amal mendapat perhatian besar di dunia sastra Indonesia setelah menerbitkan novelnya, Cala Ibi (2003), yang masuk lima besar Khatulistiwa Literary Award. Kumpulan cerpennya, Laluba (2005), mendapat penghargaan Karya Sastra Terbaik majalah Tempo. Nukila juga meraih penghargaan Cerpen Terbaik Kompas 2008 melalui cerpennya, "Smokol." Karya terbarunya adalah buku anak Mirah Mini: Hidupmu, Keajaibanmu (2013). Pada tahun 2006 Nukila diundang sebagai peserta Iowa International Writing Program di Amerika Serikat. Ia pernah menjadi anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta dan menerjemahkan sejumlah kumpulan puisi. Lulusan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung ini juga mengelola bisnis roti dietetik.

Kuntowijoyo was born at Sanden, Bantul, Yogyakarta. He graduated from UGM as historian and received his post-graduated at American History by The University of Connecticut in year 1974, and gained his Ph.D. of history from Columbia University in year 1980. His father was a puppet master (dalang) and he lived under deep religious and art circumstances. He easily fond of art and writings and became a good friend of Arifin C. Noer, Syu'bah Asa, Ikranegara, Chaerul Umam, and Salim Said. His first work was "Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari".

Dilahirkan di Namodele, Pulau Rote (Timur), Nusa Tenggara Timur, 16 Juni 1931. Pendidikan terakhirnya SGA Kristen Surabaya, tamat 1956. Pernah menjadi guru SMP dan SGA di Ternate (1956-1958) dan Bima, Sumbawa (1958). Terakhir menjadi Wartawan Sinar Harapan (1962-1970). Antara tahun 1970-1971, ia mendapat beasiswa untuk mengikuti International Writing Program di University of Iowa, Iowa, Amerika Serikat. Sempat mengikuti seminar sastra di India pada tahun 1982. Cerpennya, Mutiara di Tengah Sawah mendapat Hadiah Hiburan Majalah Sastra tahun 1961. Sedangkan cerpennya yang lain, Oleng-Kemoleng, mendapat pujian dari redaksi majalah Horison untuk cerpen yang dimuat di majalah itu tahun 1968. Karyanya yang berupa novel antara lain Hari-Hari Pertama (1968), Sang Guru (1971), Cumbuan Sabana (1979), Giring-Giring (1982). Karya kumpulan cerpennya adalah Matias Akankari (1975), Oleng-Kemoleng & Surat-Surat Cinta Rajagukguk (1975), Nostalgia Nusa Tenggara (1976), Jerat (1978), Di Bawah Matahari Bali (1982), Requim untuk seorang perempuan (1981), Mutiara di Tengah Sawah (1984), Impian Nyoman Sulastri dan Hanibal (1988) dan Poli Woli (1988).