Margins
Dukuh Paruk book cover 1
Dukuh Paruk book cover 2
Dukuh Paruk book cover 3
Dukuh Paruk
Series · 4 books · 1982-1986

Books in series

Ronggeng Dukuh Paruk book cover
#1

Ronggeng Dukuh Paruk

Catatan buat Emak

1982

Sudah sebelas tahun Dukuh Paruk tidak memiliki ronggeng. Padahal tanpa ronggeng dukuh itu serasa lesu. Malapetaka keracunan tempe bongkrek sebelas tahun yang lalu menjadi penyebab mendegnya pertunjukkan ronggeng tersebut. Dalam suasana seperti itu, Srintil gadis sebelas tahun tampil sebagai ronggeng baru. Indang ronggeng telah merasuki tubuh Srintil dan membuat Srintil menjadi seorang ronggeng sejati. Untuk mengesahkan hal itu, seorang ronggeng harus melalui sayembara bukak kelambu. Dalam sayembara bukak kelambu, lelaki yang membayar paling mahallah yang berhak mendapatkan keperawanan Srintil.
Lintang Kemukus Dini Hari book cover
#2

Lintang Kemukus Dini Hari

1985

Buku kedua seri Dukuh Paruk. Kepergian Rasus yang tanpa pamit memberikan luka tersendiri bagi Srintil. Ia merasa telah ditolak oleh lelaki yang dicintainya. Seiring waktu, ketenaran Srintil sebagai seorang ronggeng mencapai puncaknya. Parasnya yang ayu serta kekenesannya membuat bayarannya menjadi lebih mahal. Di puncak segala ketenaran itu, Srintil merasa kosong. Layaknya seorang wanita, ia menginginkan suami serta anak. Namun sebagai ronggeng, hal tersebut jelas dilarang. Lebih dari itu, ia tidak dapat melupakan Rasus. Kekosongan itulah yang membuatnya jarang naik pentas lagi. Ia merasa tidak memiliki gairah untuk meronggeng, justru keinginanya untuk hidup berumah tangga; bersuami serta memiliki anak, selalu mengganggunya. Hal itu pula yang membuatnya menyayangi Goder, seorang anak kecil yang mampu membuatnya damai. Keadaan itu terus berlangsung, membuat Srintil jarang pentas dan tak mau lagi melayani lelaki. Hingga suatu hari datanglah undangan untuk pentas di acara tujuh belas agustusan yang dilaksanakan di kecamatan. Srintil jelas menolak tawaran itu, namun dengan sedikit ancaman mengenai keselamatannya dan keselamatan warga Dukuh Paruk, ia ragu juga. Demi mendapatkan keputusan yang benar, ia berkeliling kampung, lalu berhenti begitu saja di depan rumah Sakum. Ketika ia melihat betapa susahnya hidup Sakum itulah hatinya benar-benar luruh. Sudah ia putuskan: ia tak akan menolak tawaran itu. Dari situlah kemudian Srintil tak pernah lagi menolak tawaran pentas, namun untuk melayani lelaki ia tak mau. Ia kini telah menjelma menjadi wanita dewasa yang bermartabat.
Jantera Bianglala book cover
#3

Jantera Bianglala

1986

Atas kehendaknya sendiri kehidupan sering memanjakan seseorang dengan cara memberinya kecantikan. Srintil, ronggeng Dukuh Paruk dan sekaligus daya hidup pedukuhan yang melarat itu, adalah salah seorang di antara mereka yang mendapat hadiah kecantikan. Bagi Srintil, menjadi ronggeng adalah tugas hidup yang sudah ditentukan dalam cetak biru pakem hidupnya. Namun ketika status ronggeng ternyata mengantarkannya ke rumah penjara selama dua tahun, Srintil berupaya merayap menggapai makna kehidupan yang lebih terang. Dengan kemampuan nuraninya sendiri Srintil berhasil mencapai dataran di mana dia mendapat keyakinan baru. Bahwa menjadi perempuan milik umum tidak lebih berharga daripada menjadi perempuan rumah tangga. Keyakinan baru ini dibelanya dengan keras. Dan Srintil merasa hampir menanng ketika seoranng lelaki bermartabat kelihatan menaruh minat kepadanya. Sayang, kehidupan masih ingin membanting Srintil sekali lagi; bantingan dahsyat sehingga kemanusiaan Srintil hanya tersisa pada sosok dan namanya. Srintil yang hancur jiwa dan raganya menggugah kesadaran Rasus, anak muda sepermainan Srintil ketika bocah. Rasus akhirnya mengerti, Srintil yang tinggal menjadi puing dan Dukuh Paruk yang melarat seumur-umur adalah amanat baginya. Srintil harus dibebaskan dari kegetiran dan Dukuh Paruk bersama puaknya tidak bisa lebih lama dibiarkan seperti apa adanya. Jentera Bianglala ini adalah buku ketiga dan terakhir dari urutan dua buku lain yang mendahuluinya, yakni Ronggeng Dukuh Paruk dan Lintang Kemukus Dini Hari
Ronggeng Dukuh Paruk book cover
#1-3

Ronggeng Dukuh Paruk

1982

Gabungan 3 buku seri Dukuh Paruk: Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari & Jantera Bianglala. Semangat Dukuh Paruk kembali menggeliat sejak Srintil dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya dukuh itu merasakah kehilangan jati diri. Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari kaula biasa hingga pekabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik tahun 1965 membuat dukuh tersebut hancur, baik secara fisik maupun mental. Karena kebodohannya, mereka terbawa arus dan divonis sebagai manusia-manusia yang telah mengguncangkan negara ini. Pedukuhan itu dibakar. Ronggeng berserta para penabuh calung ditahan.Hanya karena kecantikannya Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa penjara itu. Namun pengalaman pahit sebagai tahanan politikmembuat Srintil sadar akan harkatnya sebagai manusia. Karena itulah setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki manapun. Ia ingin menjadi wanita somahan. Dan ketika Bajus muncul dalam hidupnya sepercik harapan muncul, harapan yang semakin lama semakin besar.

Author

Ahmad Tohari
Ahmad Tohari
Author · 21 books

Ahmad Tohari is Indonesia well-knowned writer who can picture a typical village scenery very well in his writings. He has been everywhere, writings for magazines. He attended Fellowship International Writers Program at Iowa, United State on 1990 and received Southeast Asian Writers Award on 1995. His famous works are trilogy of Srintil, a traditional dancer (ronggeng) of Paruk Village: "Ronggeng Dukuh Paruk", "Lintang Kemukus Dini Hari", and "Jantera Bianglala" On 2007, he releases again "Ronggeng Dukuh Paruk" in Java-Banyumasan language which is claimed to be the first novel using Java-Banyumasan. Toward his effort, he receives Rancage Award 2007. The book is only printed 1,500 editions and sold out directly in the book launch. Bibliography: * Kubah (novel, 1980) * Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982) * Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985) * Jantera Bianglala (novel, 1986) * Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986) * Senyum Karyamin (short stories, 1989) * Bekisar Merah (novel, 1993) * Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995) * Nyanyian Malam (short stories, 2000) * Belantik (novel, 2001) * Orang Orang Proyek (novel, 2002) * Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004) * Mata yang Enak Dipandang (short stories, 2013)

548 Market St PMB 65688, San Francisco California 94104-5401 USA
© 2025 Paratext Inc. All rights reserved