
Part of Series
Buku kedua seri Dukuh Paruk. Kepergian Rasus yang tanpa pamit memberikan luka tersendiri bagi Srintil. Ia merasa telah ditolak oleh lelaki yang dicintainya. Seiring waktu, ketenaran Srintil sebagai seorang ronggeng mencapai puncaknya. Parasnya yang ayu serta kekenesannya membuat bayarannya menjadi lebih mahal. Di puncak segala ketenaran itu, Srintil merasa kosong. Layaknya seorang wanita, ia menginginkan suami serta anak. Namun sebagai ronggeng, hal tersebut jelas dilarang. Lebih dari itu, ia tidak dapat melupakan Rasus. Kekosongan itulah yang membuatnya jarang naik pentas lagi. Ia merasa tidak memiliki gairah untuk meronggeng, justru keinginanya untuk hidup berumah tangga; bersuami serta memiliki anak, selalu mengganggunya. Hal itu pula yang membuatnya menyayangi Goder, seorang anak kecil yang mampu membuatnya damai. Keadaan itu terus berlangsung, membuat Srintil jarang pentas dan tak mau lagi melayani lelaki. Hingga suatu hari datanglah undangan untuk pentas di acara tujuh belas agustusan yang dilaksanakan di kecamatan. Srintil jelas menolak tawaran itu, namun dengan sedikit ancaman mengenai keselamatannya dan keselamatan warga Dukuh Paruk, ia ragu juga. Demi mendapatkan keputusan yang benar, ia berkeliling kampung, lalu berhenti begitu saja di depan rumah Sakum. Ketika ia melihat betapa susahnya hidup Sakum itulah hatinya benar-benar luruh. Sudah ia putuskan: ia tak akan menolak tawaran itu. Dari situlah kemudian Srintil tak pernah lagi menolak tawaran pentas, namun untuk melayani lelaki ia tak mau. Ia kini telah menjelma menjadi wanita dewasa yang bermartabat.
Author

Ahmad Tohari is Indonesia well-knowned writer who can picture a typical village scenery very well in his writings. He has been everywhere, writings for magazines. He attended Fellowship International Writers Program at Iowa, United State on 1990 and received Southeast Asian Writers Award on 1995. His famous works are trilogy of Srintil, a traditional dancer (ronggeng) of Paruk Village: "Ronggeng Dukuh Paruk", "Lintang Kemukus Dini Hari", and "Jantera Bianglala" On 2007, he releases again "Ronggeng Dukuh Paruk" in Java-Banyumasan language which is claimed to be the first novel using Java-Banyumasan. Toward his effort, he receives Rancage Award 2007. The book is only printed 1,500 editions and sold out directly in the book launch. Bibliography: * Kubah (novel, 1980) * Ronggeng Dukuh Paruk (novel, 1982) * Lintang Kemukus Dini Hari (novel, 1985) * Jantera Bianglala (novel, 1986) * Di Kaki Bukit Cibalak (novel, 1986) * Senyum Karyamin (short stories, 1989) * Bekisar Merah (novel, 1993) * Lingkar Tanah Lingkar Air (novel, 1995) * Nyanyian Malam (short stories, 2000) * Belantik (novel, 2001) * Orang Orang Proyek (novel, 2002) * Rusmi Ingin Pulang (kumpulan cerpen, 2004) * Mata yang Enak Dipandang (short stories, 2013)