
Supriyanto atau lebih dikenal dengan nama populernya yaitu Prie GS (Prie Great Spirit), lahir di Semarang pada tanggal 2 Februari 1965. Ia menyelesaikan sekolah menengahnya di SMA PGRI Kendal, kemudian melanjutkan studi perguruan tinggi pada Program Diploma III Seni Musik IKIP Semarang. Tetapi saat ini ia lebih dikenal sebagai seniman dan budayawan. Pada tahun 1987 bergabung dengan harian Suara Merdeka sebagai kartunis. Dalam dunia kartunis, beberapa kali ia menjadi pemenang lomba kartun, baik nasional maupun internasional. Prie GS juga pernah diundang Japan Foundation untuk pameran dan berdiskusi tentang kartun di Tokyo, Jepang. Selain itu, ia juga memperdalam ilmu jurnalistiknya di Lembaga Pers Dr. Sutomo Jakarta. Beberapa karya berupa buku yang telah ditulisnya antara lain, Nama Tuhan di Sebuah Kuis (Solo, 2003) dan Merenung Sampai Mati (Solo, 2004). Di pertengahan tahun 2005, Prie GS mengeluarkan tiga karyanya; More Than Love (novel remaja), Just for Love (novel remaja), dan Mari Menjadi Kampungan (catatan harian seorang budayawan). Jauh sebelum menulis buku, Prie GS sudah dikenal sebagai kolumnis. Tulisan-tulisan kolomnya sering dimuat di beberapa media, di antaranya Surat Kabar Harian Suara Merdeka dan Tabloid Keluarga Cempaka Minggu Ini. Selain menulis karya, sehari-hari Prie GS adalah Pimpinan Redaksi Tabloid Keluarga Cempaka Minggu Ini yang masih seinduk dengan Suara Merdeka Group. Ia juga menjadi penulis Skesa Indonesia dan Smartorial sebagai salah satu tajuk dalam Radio Smart FM, Host Obrolan Simpang Lima di TVRI, Walikota Silaturahmi di TV Borobudur. Prie GS juga dikenal sebagai mentor emosional, yang sering diminta memberikan dorongan secara emosi dan membangun mental kalangan yang menekuni dunia entrepreneur agar bangkit dan tidak menyerah. Dengan beberapa pengusaha Semarang, ia juga mendirikan wadah komunitas para 40 pelaku dunia usaha yang bernama Senity (Smart Entrepreneur Community). Saat ini, Prie GS, sedang menyiapkan film komedi parodi satir politik yang bertajuk Negara Kata-Kata untuk dipublikasikan. Intensitas pertemuannya dengan banyak komunitas membuatnya kaya akan pengalaman menghadapi berbagai macam jenis orang dengan kepribadian yang bermacam-macam pula. Hal tersebut secara langsung memberikan pelajaran-pelajaran berharga baginya sehingga mendorong kematangan emosinya. Saat ini ia menetap di kota yang amat dicintainya, Semarang.